Nama Lengkap beliau adalah Umar Ibn Khattab Ibn Nufail Ibn Abd al-‘Uzza Ibn Riyah Ibn Qurth Ibn Razah Ibn ‘Adiy Ibn Ka’ab Ibn Lu’aiy al-Qurasyiy al-‘Adawiy. Beliau dilahirkan tiga belas tahun setelah tahun Gajah (tahun kelahiran Nabi Muhammad). Ini berarti beliau lebih muda tiga belas tahun dari Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim bin Mughiroh bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi Muhammad SAW pada Ka’ab Ibn Luay. Beliau berasal dari kalangan keluarga terpandang suku ‘Adiy yang termasuk rumpun Quraisy. Beliau memiki kecerdasan yang luar biasa, bahkan dikatakan mampu memprakirakan hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang.Beliau menjadi orang yang dipilih sebagai duta dari kabilahnya pada masa Jahiliyyah. Jika terjadi perselisihan di antara para kabilah, maka beliau lah orang yang diutus untuk melerai dan mendamaikan. Hal ini menandakan bahwa beliau memiliki kecerdasan, keadilan, serta kebijaksanaan.
Umar masuk islam pada tahun kelima setelah kenabian, dan menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW serta dijadikan sebagai tempat rujukan oleh nabi mengenai hal-hal yang penting.
2.6 Pengangkatan Khalifah
Pada saat Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijakan Abu Bakar tersebut tenyata di terima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya kholifah-kholifati Rosulillah artinya pengganti dari pengganti Rosulullah. Umar juga memperkenalkan istilah amiril mukminin kepada umat Islam.
Namun demikian mengenai pengangkatan Umar sebagai Kholifah tidak ada hubunganya dengan kekerabatan Nabi, tetapi memang Umar dinilai sebagai orang yang memiliki sifat sifat pemimpin besar dan selama pemerintahan Abu Bakar, kepribadianya berkembang pesat. Seperti diketahui pula bahwa setelah Rosulullah meninggal dunia, Umar bin Khottob adalah kandidat dari kalangan Muhajirin ia sangat berpengaruh ketika mengarahkan orang-orang Madinah untuk menerima Abu Bakar sebagai Kholifah, dan hal itu dapat disimpulkan bahwa Umar sudah di percayai. Umar telah muncul sebagai orang yang kemampuanya telah terbukti dan hampir dapat dipastikan bahwa dia pemimpin terpilih. Karena itu ketika Abu Bakar mewasiatkan Umar sebagai penggantinya berdasarkan musyawarah sebelumnya, mayoritas umat Islam mudah menerimanya.
Abu Bakar pun lalu membuat bai’at yang berisi penunjukan Umar Ibn Khattab sebagai penggantinya, dan dengan demikian orangorang mukmin harus patuh terhadapnya.Pengangkatan Umar Ibn Khattab sebagai Khalifah dengan cara demikian memang terkesan ada tendensi rekayasa dan rencana dari khalifah sebelumnya. Akan tetapi keadaan demikian tidak menimbulkan permasalahan di kalangan umat Islam waktu itu. Umar diangkat menjadi khalifah dengan dibai’at pada bulan Jumada al-Akhirah tahun 13 Hijriyah. Az-Zuhri berkata bahwa Umar diangkat menjadi khlaifah pada hari Abu Bakar wafat, pada hari Selasa delapan hari sebelum bulan Jumada al-Akhirah.
2.7 Perluasan Wilayah
Dalam masa kepemimpinan sepuluh tahun `Umar itulah penaklukan-penaklukan penting dilakukan orang Arab. Tak lama sesudah Umar memegang tampuk kekuasaan sebagai khalifahH, pada tahun 635 M/ 13 H Damaskus berhasil dikuasai bawah pimpinan panglima Abu Ubaidah bin Jarrah. Kemudian seluruh wilayah Suriah dapat dikuasai setelah kekuasaan Bizantium menyerah akibat kekalahan dalam pertempuran yarmuk pada tahun 637 M/ 16. kesuksesan ini kemudian di tindaklanjuti dengan menjadikan Suriah salah sebagai basis kekuatan pasukan Islam. Kemudian exspansi diteruskan ke mesir di bawah pimpinan Amr bin Ash dan mesir pun dapat dikuasai pada tahun 640 M/ 19 H. kesuksesan demi kesuksesan dicapai oleh pasukan Islam dalam perluasan wilayah ini.
Selanjutnya dari wilayah Suriah itu, pasukan Saad bin Abi Waqas melakukan exspansi ke wilayah Irak. Setelah menguasai Al-Qadisiah tahun 637 M/ 16 H dalam satu pertempuran besar mengalahkan tentara Persia, ia melanjutkan penyerbuan ke Almadain (Ctesiphon) sebagai ibukota Persia pada tahun yang sama. Setelah Islam berkuasa di wilayah ini, kota Kuffah, yang mulanya merupakan perkemahan militer Islam di daerah al-Hira dijadikan sebagai ibukota.
Di zaman kholifah Umar bin Khottob ini wilayah umat Islam menjadi sangat luas, meliputi Suriah, Mesir, Khuzistan, Irak, Armeira, Arzabaijan, Fars, Kirman, Khurasan, Makran, Balachistan, dan Asia kecil. Sehingga peta daerah kekuasaan meliputi 2.251.030 mil persegi. Menjelang akhir pemerintahan Umar pada tahun 644 M/23, Negara Islam meliputi Persia barat, seluruh Iraq, Suriah, Mesir selatan dan sebagian Afrika utara. Tentu dengan adanya exspansi ini telah terjadi perluasan daerah di samping penambahan jumlah penduduk Islam.
2.8 Pemerintahan Negara
1. Agama.
Penaklukan-penaklukan yang terjadi pada masa Umar menyebabkan orang ramai-ramai memeluk agama Islam namun meskipun demikian tentu tidak ada paksaan terhadap mereka yang tidak mau memeluknya. Maka masyarakat saat itu adalah masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai agama, dan hal ini tentu saja berpengaruh tehadap masyarakat Islam, mereka mengenal ajaran-ajaran selain Islam seperti Nasrani, Yahudi, Majusi Shabiah dan lainnya. Masyarakat muslim otomatis akan belajar toleransi terhadap pemeluk agama lainnya, dan kemajemukan beragama seperti ini akan kondusif untuk melahirkan faham-faham baru dalam agama yang positif maupun negatif meskipun pada masa Umar bin Khattab r.a belum ada cerita tentang munculnya faham seperti ini.
Meskipun begitu aktivitas ini tidak terlalu menonjol, karena memang mayoritas masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a dihabiskan untuk melakukan ekspansi-ekspansi. Kebanyakan praktek-praktek agama yang dibawa oleh mayoritas pasukan Islam yang berbangsa Arab adalah paduan antara praktek-praktek dan prinsip Islam dengan praktek dan hukum adat orang-orang pada umumnya.
2. Sosial.
Keadaan sosial juga mulai berubah, perubahan-perubahan ini sangat terlihat pada masyarakat yang hidup diwilayah taklukan-taklukan Islam, mereka mengenal adanya kelas sosial meskipun Islam tidak membenarkan hal itu. Tetapi kebijakan-kebijakan tentang pajak, hak dan kekayaan yang terlalu jauh berbeda telah menciptakan jurang sosial, ditambah lagi bahwa memang sebelum datangnya Islam mereka telah mengenal kelas sosial ini. Seperti kebijakan pajak yang berlaku pada masa Umar bin Khattab telah membagi masyarak kepada dua kelas, yaitu:
a. Kelas wajib pajak: buruh, petani dan pedagang.
b. Kelas pemungut pajak: pegawai pemerintah, tentara dan elit masyarakat.
3. Ekonomi.
a. Perdagangan, Industri dan Pertanian.
Meluasnya daerah-daerah taklukan Islam yang disertai meluasnya pengaruh Arab sangat berpengaruh pada bidang ekonomi masyarakat saat itu. Banyak daerah-daerah taklukan menjadi tujuan para pedagang Arab maupun non Arab, muslim maupun non muslim, dengan begitu daerah yang tadinya tidak begitu menggeliat mulai memperlihatkan aktifitas-aktifitas ekonomi, selain menjadi tujuan para pedagang juga menjadi sumber barang dagang. Maka peta perdagangan saat itupun tentu berubah seperti Isfahan, Ray, Kabul, Balkh dan lain-lain.
Sumber pendapatan rakyatpun beragam mulai dari perdagangan, pertanian, pengerajin, industri maupun pegawai pemerintah. .
b. Pajak.
Pajak saat itu ditetapkan berdasarkan profesi, penghasilan dan lain-lain. Sistem pajak yang diberlakukan di suatu daerah pada dasarnya adalah sistem yang dipakai di daerah itu sebelum ditaklukkan. Seperti di Iraq yang diberlakukan sistem pajak Sasania. Tapi kalau daerah itu belum mempunyai satu sistem pajak yang baku, maka sistem pajak yang diberlakukan adalah hasil kompromi elit masyarakat dan penakluk. Yang bertugas mengumpulkan pajak tersebut adalah elit masyarakat yang selanjutnya diserahkan kepada pemerintah daerah untuk diserahkan ke pemerintah pusat. Pajak yang ditanggung oleh masyarakat adalah :
1. Pajak jiwa, pajak ini berdasar jumlah masyarakat dan dipikul bersama. Yang bertugas melakukan penghitungan adalah tokoh masyarakat juga.
2. Pajak bumi dan bangunan, tanah wajib pajak adalah seluas 2400 m2 jumlahnya tergantung pada kualitas tanah, sumber air, jenis pertanian, hasil pertanian dan jarak ke pasar.
3. Dinamika Politik dan Adminstrasi. Pemerintahan Umar bin Khattab pada dasarnya tidak memaksakan sebuah sistem administrasi baru di wilayah taklukan mereka. Sistem adaministrasi yang berlaku adalah kesepakatan antara pemerintah dengan elit lokal wilayah tersebut. Dengan begitu, otomatis tidak ada kesamaan administrasi suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Tampaknya hal ini tidaklah menjadi masalah penting pada saat itu.
2.9 Harta Rampasan Perang (ghanimah)
Sebagai akibat lebih lanjut dari penaklukan-penaklukan yang terjadi, maka terbukalah sumber-sumber ekonomi yang tidak diperoleh sebelumnya ditengah-tengah jazirah Arab. Pajak-pajak dari daerah taklukan mengalir ke Madinah. Abu Yusuf melaporkan dari sumber yang berasal dari Saaid ibn Musayyab, bahwa ketika 1/5 rampasan perang Persia dibawa ke Medinah Umar memerintahkan agar diletakkan di Masjid dan menyuruh Abd al-Rahman ibn Auf dan Abdullah ibn Arqam menjaganya. Setelah pagi hari, barang-barang hasil rampasan itu dibuka tutupnya, maka tampaklah oleh Umar sesuatu yang belum pernah dilihatnya sebanyak itu berupa emas, perak, intan dan berlian. Beliau menangis. Maka Abd al-Rahman ibn Auf berkata, seharusnya kita bersyukur, tetapi kenapa tuan justru menangis ? Umar menjawab, ya kita bersyukur.
Dalam masa pemerintahannya, Umar memang menerima 1/5 rampasan perang dari setiap pasukan muslimin yang mendapat kemenangan, disamping Kharaj (pajak bumi) yang diterima dari mereka yang sudah terkait dalam perjanjian yang hidup dari tanah mereka itu, juga Jizyah (pajak kepala) yang berasal dari mereka yang kalah tapi tidak mau masuk Islam. Khalifah Umar membiarkan tanah yang diperoleh dari suatu peperangan (ghanimah) digarap oleh pemiliknya sendiri di negeri yang telah ia taklukkan dan melarang kaum muslimin memilikinya karena mereka menerima tunjangan dari baitul mal atau gaji prajurit masih aktif. Sebagai gantinya, atas tanah itu dikenakan pajak (Al-Kharaj)
2.10 Pelimpahan wewenang kepada hakim daerah.
Pada masa Umar bin Khattab, kekuasaan yudikatif (qadhi) mulai dipisahkan dari kekuasaan eksekutif (ke khalifahan atau ke wali an ). Dan mulai diatur tata laksana Peradilan, antara lain dengan mengadakan penjara dan pengangkatan sejumlah Hakim untuk menyelesaikan sengketa antara anggota masyarakat, bersendikan al Qur’an, Sunnah, Ijtihad dan Qiyas. Pemisahan tersebut ditandai dengan di angkatnya para wulat gubernur, ahl al-hal wa al-‘aqd (lempbaga penengah dan pemberi fatwa), pendirian pengadilan, pengangkatan qadhi yang jumlahnya diseimbangkan dengan penduduk.
Diantara mereka para gubernur yang masyhur adalah Ali bin Abu Thalib, Zaid bin Tsabit, Abdullah ibn Mas’ud, Salman bin Rubai’ah, Qais ibn Abi al-Ash, Ya’la ibn Umayyah (gubernur Yaman), Mughiroh ibn Syu’bah (kuffah), Muawiyah ibn Abi Sufyan (syam), Utsman ibn Abi al-Ash (Bahrain dan Oman), Abu Musa al-Asyari (Bashrah), dan Umair ibn Sa’id (Emessa). Namun pada saat itu, baru beberapa provinsi yang memiiki pejabat Hakim, yaitu Syarih bin Al HArits Hakim untuk Kuffah, Abu Musaal Asy’ari Hakim untuk Basrah, Qais bin Abi al Ash al Sahami Hakim untuk Mesir, sedangkan Hakim Madinah di pegang oleh Abu Darda, sedangkan untuk provinsi lain Hakim masing dipegang oleh gubernur Namun demikian untuk beberapa provinsi, khalifah Umar telah memisahkan jabatan Peradilan dengan jabatan eksekutif. Hakim diberi wewenang sepenuhnya untuk melaksanakan Pengadilan yang bebas dari pengaruh dan pengawasan gubernur, bahkan khalifah sekalipun. Tidak hanya itu, pada masa Umar, dibentuk juga lembaga yang menangani urusan kriminal dan pidana selain zina yang langsung di tangani oleh Hakim. Lembaga tersebut adalah ahdath dengan Qadamah bin Mazan dan Abu Hurairah sebagai pemimpinnya. Pada masa Umar juga, disusun risalat al qadha yang dibuat oleh Abu Musa al Asy’ary –Hakim Kufah – atas intruksi dari Umar bin Khattab. Risalat tersebut isinya mengandung pokok-pokok penyelesaian perkara di muka sidang dan pokok-pokok hukum yang harus dipegang oleh Hakim dalam menyelesaikan perkara yang sekarang dikenal dengan hokum acara. Risalah tersebut sangat terkenal, bahkan sampai sekarang masih dijadikan sebagai pegangan/pedoman pokok para Hakim dalam melaksanakan tugasnya.
2.11 Sistem Pertahanan
Umar bin Khattab dicatat sejarah sebagai orang yangpertama kali mendirikan kamp-kamp militer yang permanen. Beliau mendirikan pos militer di daerah perbatasan. Beliau juga mengatur berapa lama seorang suami diperbolehkan pergi berjihad meninggalkan isterinya, yaitu tidak melebihi 4 bulan. Beliau juga orang yang pertama kali memerintahkan panglima perang untuk menyerahkan laporan secara terperinci mengenai keadaan prajurit. Beliau juga membuat buku khusus untuk mencatat para prajurit dan mengatur secara tertib gaji tetap mereka. Beliau juga mengikutsertakan dokter, penerjemah, dan penasihat yang khusus menyertai pasukan.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Samsul Munir. 2015. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah.
Fuadi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta : Teras.
Murad, Musthafa. 2014. Kisah Hidup Umar ibn Khattab. Jakarta : Zaman.
Sulami, Muhammad bin Ismail. 2004. Al Bidayah Wan Nihayah Masa Kholifah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali atau ibn Katsir. Jakarta : Darul Haq.
Yatim, Badri. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Rajawali Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar