Selasa, 19 Januari 2016

Ajaran dan Amalan Tarekat Syadziliyah

oleh: Misbakhul lham
 Menurut H. Purwanto Bukhori[1], pokok-pokok dasar ajaran tarekat Syadziliyah adalah:
1.      Taqwa kepada Allah SWT lahir batin, yaitu secara konsisten (istiqomah), sabar, dan tabah dalam menjalankan segala perintah Allah SWT serta menjauhi semua larangan-laranganNya dengan berperilaku waro’ (berhati-hati terhadap semua yang haram, makruh, maupun syubhat), baik ketika sendiri maupun pada saat dihadapan orang lain.
2.      Mengikuti sunnah-sunnah Rasullulah SAW dalam ucapan dan perbuatan, yaitu dengan cara selalu berusaha sekuat-kuatnya untuk senantiasa berucap dan beramal seperti yang telah dicontohkan Rasullulah SAW, serta selalu waspada agar senantiasa menjalankan budi pekerti luhur(akhlaqul karimah).
Di sisi lain, menurut K. H. Aziz Masyhuri[2],  ajaran-ajaran dan amalan dalam tarekat Syadziliyah adalah sebagai berikut:
Pertama: Istighfar. Maksud dari istighfar adalah memohon ampun kepada Allah dari segala dosa yang telah dilakukan seseorang. Esensi istighfar adalah tobat dan kembali kepada Allah, kembali dari hal-hal yang tercela menuju hal-hal yang terpuji.
            Kedua: Shalawat. Nabi Membaca shalawat Nabi Muhammad SAW dimaksudkan untuk memohon rahmat dan karunia bagi Nabi SAW agar pembacanya juga mendapatkan balasan limpahan rahmat dari Allah SWT.
Ketiga: Dzikir. Dzikir adalah perintah Allah pertama kali yang diwahyukan melalui malaikat Jibril kepada Muhammad, ketika ia menyepi (khalwat) di gua Hira’. Dzikir yang diamalakan ahli tarekat Syadziliyah adalah dzikir nafi itsbat yang berbunyi “la ilaha illa Allah”, dan diakhiri dengan mengucapkan “Sayyiduna Muhammad Rasulullah SAW”, dan diamalkan pula dzikir ism dzat yang dengan mengucap dzikir nafi itsbat yang dibunyikan secara perlahan dan dibaca panjang, dengan mengingat maknanya yaitu tiada dzat yang dituju kecuali hanyalah Allah, dibaca sebanyak tiga kali, dan diakhiri dengan mengucapkan “Sayyidina Muhammad rasulullah SAW”. Kemudian diteruskan dzikir nafi itsbat tersebut sebanyak seratus kali.
Keempat: Wasilah[3] dan Rabithah[4]. Dalam tradisi tarekat Syadziliyah, orang-orang yang dipandang paling dekat dengan Allah adalah Nabi Muhammad SAW, kemudian disusul para nabi lain, al-khulafa’ al-rasyidun, tabi’in, tabi’ al-tabi’in, dan masyayikh atau para mursyid. Diantara bentuk-bentuk tawassul yang diajarkan dan biasa dilakukan pada tarekat Syadziliyah adalah membaca surat al-fatihah yang ditujukan kepada arwah suci (arwah al-muqaddasah) dari Nabi Muhammad saw sampai mursyid yang mengajar atau menalqin dzikir. Adapun rabithah yang dipraktekkan dalam tarekat Syadziliyah adalah dengan menyebut ism dzat, yaitu lafadz “Allah, Allah” dalam hati.
Kelima: Wirid[5], Adapun wirid yang dianjurkan adalah penggalan ayat al-Qur’a surat atTaubah/9: 128-129 dan wirid ayat Kursi yang dibaca minimal 11 kali setelah shalat fardlu. Dan wirid-wirid lain, yang antara murid yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda sesuai dengan kebijaksanaan mursyid.
Keenam: Adab. (etika murid) Adab murid dapat dikategorikan ke dalam empat hal, yaitu adab murid kepada Allah, adab murid kepada mursyidnya, adab murid kepada dirinya sendiri dan adab murid kepada ikhwan dan sesam muslim.
 Ketujuh: Hizib[6]. Hizib yang diajarkan tarekat Syadziliyah jumlahnya cukup banyak, dan setiap murid tidak menerima hizib yang sama, karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi ruhaniyah murid sendiri dan kebijaksanaan mursyid.
Adapun hizib-hizib tersebut antara lain hizib al-Asyfa’, hizib al-Aafi atau al-Autad, hizib al-Bahr, hizib al-Baladiyah, atau al-Birhatiyah, hizib al-Barr, hizib an-Nasr, hizib al-Mubarak, hizib as-Salamah, hizib an-Nur, dan hizib al-Kahfi. Hizib-hizib tersebut tidak boleh diamalkan oleh semua orang, kecuali telah mendapat izin atau ijazah dari mursyid atau seorang murid yang ditunjuk mursyid untuk mengijazahkannya.
Kedelapan: Zuhud, Pada hakikatnya, zuhud adalah mengosongkan hati dari selain Tuhan. Mengamalkan tarekat tidak harus meninggalkan kepentingan duniawi secara lahiriah.
 Keesembilan: Uzlah dan Suluk Uzlah adalah mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat atau khalayak ramai, untuk menghindarkan diri dari godaan-godaan yang dapat mengotori jiwa, seperti menggunjing, mengadu domba, bertengkar, dan memikirkan keduniaan. Dalam pandangan Syadziliyah, untuk mengamalkan thoriqot seorang murid tidak harus mengasingkan diri (uzlah) dan meninggalkan kehidupan duniawi (al-zuhud) secara membabi buta.
Suluk adalah suatu perjalanan menuju Tuhan yang dilakukan dengan berdiam diri di pondok atau zawiyah. Suluk di pondok pesulukan dalam tradisi tarekat Syadziliyah dipahami sebagai pelatihan diri (training centre) untuk membiasakan diri dan menguasai kata hatinya agar senantiasa mampu mengingat dan berdzikir kepada Allah, dalam keadaan bagaimana, kapan, dan dimanapun.
 Adapun amalan-amalan yang diajarkan tarekat Syadziliyah adalah membaca istighfar, membaca shalawat Nabi, membaca dzikir yang didahului dengan wasilah dan rabithah. Juga membaca hizib, antara lain hizib al-Asyfa’, al-Aafi atau al-Autad, al-Bahr, hizib al-Baladiyah, atau al-Birhatiyah, al-Barr,  hizib an-Nasr, hizib al-Mubarak, hizib as-Salamah, an-Nur, al-Falah, al-Lutf, al-Jalalah, ad-Dairah dan al-Kahfi[7].
 Dari beberapa uraian tentang ajaran-ajaran dan amalan dalam tarekat Syadziliyah, maka penulis menyimpulkan bahwa ajaran-ajaran dan amalan dalam tarekat Syadziliyah itu adalah istighfar, shalawat Nabi, dzikir, wasilah dan rabithah, wirid, adab, hizib, zuhud, uzlah dan suluk.



[1] Purnawan Buchori, Manaqib Sang Quthub Agung, (Tulungagung, Jawa Timur: Pondok PETA, 2007), h.84-85.
[2] A. Aziz Masyhuri, Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf, (Surabaya: IMTIYAZ, 2011), h. 262-271.
[3] Wasilah atau tawassul artinya adalah segala sesuatu yang dengannya dapat mendekatkan pada yang lain. Dalam tarekat, wasilah adalah upaya yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah atau cara yang dilakukan agar pendekatan diri kepada Allah dapat segera berhasil.
[4] Rabithah adalah menghubungkan ruhaniyah seorang murid kepada guru atau mursyidnya.
[5] Wirid adalah suatu amalan yang harus dilaksanakan secara terus menerus (istiqamah) pada waktu-waktu tertentu, seperti setiap selesai mengerjakan shalat lima waktu, sepertiga malam yang akhir, pagi atau sore atau waktu-waktu tertentu lainnya
[6] Hizib adalah suatu doa yang cukup panjang, dengan lirik dan bahasa yang indah yang disusun seorang ulama besar.
[7] A. Aziz Masyhuri, Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf, (Surabaya: IMTIYAZ, 2011), h.26.

8 komentar:

  1. Assalamu allaikum Wr.Wb...sy pernah diIjajah hizb asifa cuma saya sudah lama tidak di wirid ..pertanyaan bolehkah saya mewirid kembali hizib tersebut mohon penjelasan demikian wasalamualkaikum.Wr.Wb

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih punyakah saudara amalannya..? Mungkin kalo ada saya minta

      Hapus
  2. Allhamdulillah trimakasih atas rangkuman sadaliyah

    BalasHapus
  3. Assalamu'alaikum ijin tanya Ustadz,
    Untuk masuk sbg anggota tarekat tsb apa persyaratannya. Matursuwun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Datang saja ke al habib lutfi coba cek di blog matan

      Hapus
  4. Askum usyad saya punya buku manaqib sadliliah apa di baca juga? Trimakasih

    BalasHapus
  5. Askum usyad saya punya buku manaqib sadliliah apa di baca juga? Trimakasih

    BalasHapus