Kamis, 18 Agustus 2016

Dibalik kemenangan tantowi

Tontowi dan Santri Juara dalam Olimpiade Bergengsi

Oleh M Abdullah Badri

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Muhadjir Efendi boleh berbangga menyatakan kalau terpilihnya dia sebagai menteri karena Muhammadiyah tempat ia berorganisasi lebih unggul dalam pendidikan. Tapi dia tidak boleh nyinyir dengan prestasi nyata lembaga pendidikan milik Nahdlatul Ulama’ (NU) yang senyatanya lebih bisa dikabarkan.

Pasalnya, dalam Olimpiade, even olahraga bergengsi di dunia itu, pemuda lulusan SMK Ma’arif NU Selandaka, Sumpiuh, Banyumas bernama Tontowi Ahmad (28) berhasil mengembalikan tradisi perolehan emas dalam olahraga bulutangkis setelah sekian tahun kandas.

Bersama pasangan timnya Liliana Natsir, Tontowi yang pernah nyantri di Queen Al-Falah, Ploso Kediri itu mengibarkan bendera merah putih di Rio de Janeiro, pada Rabu (17/08/2016) malam, bersamaan dengan semarak jutaan santri di Nusantara yang gegap gempita merayakan Hari Kemerdekaan RI ke-71 di masing-masing pondok mereka, lengkap tanpa mengubah kostum khas santri lakinya sarung, jubah, surban, kopiah, jilbab dan sandal.    

Heroisme santri di dalam negeri tersambung dengan meluapnya kebanggaan anak negeri ketika Tontowi dinyatakan menang melawan rivalnya dari Malaysia. Asal tahu saja, sebelum Owi –panggilan Tontowi,- berlaga, broadcast kiriman doa kepadanya sempat viral di grup-grup santri, baik Facebook maupun WhatsApp.

Owi pernah nyantri sekitar tahun 2000. Karena itulah Owi pantas didoakan oleh komunitas muslimin pesantren. Kedua orang tuanya pun aktivis NU di daerah. Tercatat, ibunya yang bernama Nyai Masruroh adalah Ketua Pengurus Anak Cabang (PAC) Muslimat NU Kecamatan Sumpiuh. Sementara, ayahnya Kiai Muhammad Husni Muzaitun adalah Ketua Pengurus Ranting (NU) Desa Selandaka, Sumpiuh, Banyumas, Jawa Tengah.

Owi, santri yang pada tahun 2005 pernah tergabung dalam Persatuan Bulutangkis (PB) Djarum di Kudus ini, kata orang tuanya, memang suka dengan bulutangkis sejak kecil. Dorongan menjadi atlit kian mudah karena ayahnya juga hobi main bulutangkis.   

Olimpiade Matematika
Sama hebatnya dengan prestasi Owi adalah santri-santri didikan lembaga pendidikan NU di Jepara. Dua siswa dari Yayasan Pendidikan NU (YPNU) Mathalibul Huda, Mlonggo, Jepara juga menjadi juara dalam Olimpiade di Singapura. Bukan olahraga, namun matematika.

Dalam ajang bergengsi bernama Singapore International Mathematic Olympiad Challenge (Simoc) pada 12-15 Agutus 2016, Anisa Hayati, siswa kelas X MA NU Mathalibul Huda menyabet 2 medali emas kategori individu, kelompok dan best over all. Adik kelasnya di kelas IX MTs NU Mathalibul Huda bernama Dedi Wahyudi juga meraih medali parak (kelompok) dan perunggu (individu).

Selain dari Mathalibul Huda, santri Jepara yang menang dalam kompetisi tingkat Benua Asia itu ada yang berasal dari SDUT Bumi Kartini. Mereka adalah Izzati Kayla Anandita, Raihan Yusfi Zamroni (juara harapan/ kelompok) dan Ahmad Maulana Malik Ibrahim (medali perunggu/ individu). Barus kelas 5 tapi prestasinya menggila.

Nama-nama santri di atas adalah sosok yang menginspirasi anak negeri. Ini membuktikan bahwa santri itu poros ilmuan dan intelektual yang tidak pas jika disebut hanya bisa tahlilan, burdahan, maulidan, ratiban, manaqiban, ziarah, yasinan, dan segala bentuk amaliyah yang disebut kalangan salafi-wahabi sebagai bid’ah, syirik dan biang kemunduran.

Islam yang berkemajuan itu jika mendapat nikmat lekas bersyukur, sebagaimana dilakukan oleh orang tua Owi sesaat setelah dikabarkan menang olimpiade. Kabar prestasi dan kemenangan, bagi santri, adalah bagian dari tahadduts bin nikmat (saling menebar nikmat).

Artinya, nikmat dalam syukur itu tidak terselip pesan sombong atas asumsi dirinya sendiri yang lebih tinggi dari lainnya. Jika tidak demikian, kalangan santri menyebutnya dengan istilah “setan berbentuk manusia”.

Dalam bahasa guru besar saya, KH Ma’mun Ahmad Kudus, orang seperti itu ibarat “kesandung roto kebentus awang-awang” (tersandung datar, terbentur udara). Dia tidak merasa bersalah kepada orang lain, padahal, orang lain sudah merasakan akibat kesalahannya.

Dari sini, para santri telah terbukti banyak menginspirasi negeri. Ini belum saya lanjut pembahasan bagaimana para kiai-santri tanpa pamrih berjuang, berkorban harta, nyawa dan lainnya untuk memerdekakan negeri.

Tapi di ujung sana, masih ada saja yang mengharamkan hormat bendera, menyebut Pancasila tidak relevan, menuduh Indonesia negara thaghut, kafir dan halal pemimpinnya dibunuh, hingga pada 17-an kemarin, tidak ada suara dari mereka mengibarkan bendera merah putih. Bahkan mempertanyakan kemerdekaan Indonesia. Ah.

*santri Tasywiquth Thullab, Kudus

Pengaruh Teman dan lingkungan

Diibaratkan seperti padi, proses pertumbuhan padi, padi bisa tumbuh dan panen lancar itu karena terdapat tanah yang subur, kemudian adanya benih yang baik pula. Tetapi tidak hanya lahan dan benih saja. Padi ketika sudah tumbuh kecil harus selalu kita rawat, menyirami dengan air, dikasih pupuk, mencabuti rumput rumput yang menghalanginya dalam tumbuh. Sehingga padi tersebut bisa tumbuh dengan mudah dan dapat membuahkan panen yang melimpah. Begitu juga ketika kita merawat seorang anak, dari lahan dan benih kita yang sudah baik. Itu semua tidak cukup dalam menjaga anak agar anak tersebut selalu baik dalam menjalani kehidupannya. Dengan cara mencarikan lingkungan yang baik, teman yang baik, selalu menjaga dalam pergaulannya, carikan teman yang baik, yang membuat ia menjadi baik pula, karena pengaruh teman dan lingkungan dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan anak kita. Khususnya dalam soal spiritual, kita harus bisa menjaga agama kita, anak kita dan keluarga kita, untuk itu carilah lingkungan dan teman atau tetangga yang mendukung kita dalam menjalani kehidupan agama yang damai dan saling membantu, saling amar makruf nahi mungkar. Sehingga apapun yang kita lakukan bisa terkontrol dalam kehidupan kita. Seumpama jika kita meninggal dan meninggalkan anak yatim, kita tidak tau nanti agama anak kita apa,    akhlak anak kita seperti apa, maka yang jadi indikasi, kita bisa melihat lingkungan disekitar kehidupan dia. Kalau dilingkungan tersebut termasuk lingkungan yang baik dan teman teman mau pun tetangga dia adalah tetangga yang beragama dan baik, maka jangan khawatir, meskipun kita meninggalkan anak kita dalam keadaan yatim, pasti anak kita nanti menjadi orang baik karena hidup dilingkungan yang baik dan berteman dengan teman yang baik. Tetapi jika sebaliknya, maka keselamatan agama maupun akhlak anak kita akan terancam المرء على الدين خليله، karena agama seseorang tergantung pada agama temanya. Untuk itu jagalah diri kita anak kita dan keluarga kita dari perbuatan yang dholim dan selalu menjaga agama mereka.