Selasa, 19 Januari 2016

Pengertian Tasawwuf Dan Pembagianya

oleh: Misbakhul Ilham

            Berdasarkan banyaknya problematika dalam kehidupan modern dan peran tasawwuf dalam menanggulanginya, disini akan dipaparkan secara jelas mengenai  tasawwuf serta pembagian-pembagianya.
A.    Pengertian Tasawwuf
Kata Tasawwuf secara etimologis berasal dari bahasa arab, تصوف يتصوف تصوفا. Ulama’ berbeda pendapat dari mana asal usulnya. Ada yang mengatakan dari kata “shuf” (bulu domba), “shaf” (barisan), “shafa” (jernih), dan dari kata “Shuffah” (emper masjid nabawi yang ditempati oleh sebagian Sahabat Nabi Saw[1]. Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari “Shuf” yaitu dari bahasa Arab untuk wol yang merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Ada juga yang mengatakan dari kata “shafa”. yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme padakemurnian hati dan jiwa. Karena itulah Tasawwuf juga disebut sebagai  ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Kata tasawwuf  juga  berasal dari “Ashab al-Suffa” (“Sahabat Beranda”) atau “Ahl al-Suffa” (“Orang orang beranda”), yang mana adalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabawi di Madinah, yang disediakan untuk orang-orang yang belum mempunyai tempat tinggal, karena di serambi masjid itulah tempat mereka bernaung.
Sedangkan menurut terminologis, tasawwuf diartikan secara variatif oleh para ahli sufi, antara lain yaitu:
Menurut Imam Junaid dari Baghdad (m. 910) mendefinisikan tasawwuf sebagai “mengambil setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah”. Sedangkan menurut Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili (m.1258) syekh sufi besar dari Afrika Utara, mendefinisikan tasawwuf sebagai “praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan”. Juga menurut pendapat Syeikh Ahmad Zorruq (m.1494) dari Maroko mendefinisikan tasawwuf sebagai “ilmu yang dengannya anda dapat memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata bagi Allah, dengan menggunakan pengetahuan anda tentang jalan Islam, khususnya fiqih dan pengetahuan yang berkaitan, untuk memperbaiki amal anda dan menjaganya dalam batas-batas syariat Islam, agar kebijaksanaan menjadi nyata”[2].
Dengan demikian dapat disimpulkan secara sederhana, bahwa tasawwuf itu adalah suatu sistem latihan dengan kesungguhan (riyadlah-mujahadah), untuk membersihkan, mempertinggi, dan memperdalam kerohanian dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, sehingga dengan itu maka segala konsentrasi seorang hanya tertuju kepada-Nya. Dengan pengertian seperti itu, maka dapat dikatakan bahwa tasawwuf adalah bagian ajaran Islam, karena ia membina akhlak manusia sebagaimana Islam juga diturunkan dalam rangka membina akhlak umat manusia.
B.     Pembagian Tasawwuf
Tasawwuf adalah suatu  bidang ilmu keislaman dengan berbagai pembagian di dalamnya, yaitu tasawwuf akhlaki, tasawwuf amali, dan tasawwuf falsafi. Tasawwuf akhlaki berupa ajaran mengenai moral atau akhlak yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan yang optimal. Ajaran yang terdapat dalam tasawwuf ini meliputi takhalli, yaitu penyucian diri dari sifat-sifat tercela dan tahalli yaitu menghiasi dan membiasakan diri dengan sikap perbuatan terpuji kemudian tajalli, yaitu tersingkapnya Nur Ilahi, seiring dengan sirnanya sifat-sifat kemanusiaan pada diri manusia setelah tahapan takhalli dan tahalli dilaluinya[3].
Tasawwuf amali berupa tuntunan praktis tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah. Tasawwuf amali ini identik dengan thoriqot, sehingga bagi mereka yang masuk tarekat akan memperoleh bimbingan semacam itu. Sementara tasawwuf falsafi berupa kajian tasawwuf yang dilakukan secara mendalam dengan tinjauan filosofis dengan segala aspek yang terkait di dalamnya. Dari ketiga bagian tasawwuf tersebut, secara esensial semua bermuara pada penghayatan terhadap ibadah murni (mahdlah) untuk mewujudkan akhlak al-karimah baik secara individual maupun sosial.
Dalam hal pembagian tasawwuf, penulis akan memfokuskan pada bahasan tasawwuf amali, dimana tasawwuf tersebut lebih cenderung ke ajaran thoriqot. Ajaran thoriqot menurut sejarah terdapat pada masa perkembangan tasawwuf, yaitu pada abad IV Hijriah atau XII Masehi. Waktu itu thoriqot berkembang pada musim hujan, yang sebenarnya para pencetusnya tidak berniat menjadikannya sebagai sebuah “ajaran” tertentu, namun para pengikutnya yang mengupayakan menjadi sebuah ajaran atau aliran.
Thoriqot berasal dari bahasa arab Thariqah yang berarti metode mendekatkan diri kepada Allah. Istilah ini sering dipertentangkan dengan Syari’ah yang merupakan dimensi luar (dlahir) sebagaimana Thoriqot berdimensi bathin. Sebenarnya kedua istilah tersebut berarti jalan, hanya jika thoriqot berarti jalan kecil, syari’ah berarti jalan besar. Dua jalan itu harus dilalui secara baik dengan mengamalkan keduanya secara seimbang agar ibadah kepada Allah dilakukan secara lahir dan dihayati secara bathiniah[4].
Dalam thoriqot sekurang-kurangnya ada empat hal yang patut dicatat, yaitu mursyid, baiat, silsilah, murid dan ajaran. Mursyid adalah seorang yang telah mencapai Rijal al-Kamal dan telah Mukasyafah (wali yang sempurna dan telah terbukanya tabir penyekat antara dia dengan Tuhan, yang bertugas membimbing muridnya sesuai dengan tingkatan (maqamat) nya masing-masing[5].
Sedangkan baiat dalam bahasa thoriqot merupakan janji setia yang biasanya diucapkan oleh calon salik dihadapan mursyid untuk menjalankan segala persuratan yang ditetapkan oleh seorang mursyid dan tidak akan melanggarnya sesuai dengan syari’at Islam.
Ajaran atau dzikir dalam sebuah thoriqot adalah termasuk bagian terpenting dalam thoriqot yang hampir selalu dikerjakan dalam amalanya. Dzikir artinya mengingat Tuhan. Akan tetapi dalam mengingat kepada Tuhan, dalam thoriqot dibantu dengan berbagai macam ucapan, yang menyebut nama Allah atau sifat-sifatnya. Ahli thoriqot berkeyakinan, jika seorang hamba telah yakin, jika lahir bathinya dilihat Allah dan segala perbuatan diawasi Allah, dan ucapanya didengar Allah, segala niat dan cita-cita diketahui Allah, maka hamba itu akan menjadi seorang yang benar, karena ia selalu ada dalam keadaan memperhambakan dirinya kepada Allah[6].
Dalam uraian tentang thoriqot di atas, banyak yang perlu kita ketahui bahwa ajaran thoriqot yang dapat diterima masuk ke Indonesia adalah thoriqot-thoriqot yang sifatnya mu’tabarah, yaitu thoriqot-thoriqot yang sumbernya berasal dari Abu Bakar As-Syiddiq ra atau berasal dari Ali bin Abi Thalib rad an memiliki metode dzikir diantaranya ada yang dzikirnya bersifat rahasia atau khafi, juga ada dzikir yang bersifat keras atau jahr, dan juga ada penggabungan sifat keras dan rahasia


[1] Syukur, Tasawwuf, h.53.
[2]Sarjanaku, “pengertian tasawwuf secara etimologi”, http://www.sarjanaku.com/2011/11/pengertian-tasawwuf-secara-etimologi-dan.html?m=1, diakses pada tanggal 4 desember 2015.
[3] Amin Syukur, Tasawwuf Kontekstual,(Yogyakarta: Pusaka pelajar, 2003),h.2.
[4] Syukur, Tasawwuf Kontekstual, h.10.
[5] Syukur, Tasawwuf Kontekstual, h.11.
[6] Muflikhin, Akhlak, h.4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar