Oleh: Misbakhul Ilham
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bagian ini dijabarkan secara spesifik mengenai (1) latar
belakang pemilihan judul dan (2) fokus pembahasan. Kedua hal tersebut
dijabarkan melalui sub-subbab berikut ini.
1.1 latar
Belakang
Kehidupan manusia tidak dapat terhindar dari mengekspresikan
dirinya dengan akhlak dan tingkah laku kepada orang lain kepada orang lain di
masyarakat. Untuk menjadi seseorang yang ideal di masyarakat, kta diharuskan
untuk memiliki budi pekerti ang mulia, salah satunya adalah bersifat jujur dan
adil kepada siapapun atau apapun yang kita hadapi di lingkungan kita.[1]
Kejujuran merupakan kata berimbuhan yang berasal dari kata jujur,
dalam kamus besar bahasa Indonesia dikatakan bahwa, jujur berarti sikap yang
lurus hati; tidak berbohong; tidak curang dalam sebuah permainan. Sedangkan
kejujuran sendiri diartikan sebagai sebuah ketulusan hati dari seseorang untuk
bersikap atau berkata apa adanya.[2]
Sedangkan adil adalah kata serapan dari bahasa arab al-adl, yaitu
sesuatu yang sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak dalam memberikan
keputusan; dan juga dapat diartikan sebagai kondisi yang berpegang pada
kebenaran.[3] Sedangkan keadilan menurut
kamus besar bahasa Indonesia dikatakan sebagai sifat, perbuatan maupun tingkah
laku yang mencermikan adli tersebut.[4]
Kejujuran dan keadilan di Indonesia ini adalah salah satu
peran penting bagi masyarakat Indonesia terutama bagi hakim, atau orang yang
menegakan hukum. Tapi alangkah banyaknya masalah-masalah keadilan dan kejujuran yang ditunjukan oleh
seorang hakim atau penegak hukum lainya, seperti kasusnya nenek Asiani yang
resmi di tahan pada 15 desember 2014 atas tuduhan pencurian 7 kayu jati milik
perhutani KPH bondowoso di Desa jatibanteng, Kecamatan jatibanteng Situbondo
pada Juli 2014.[5]
Termasuk juga budaya-budaya korupsi yang sudah sangat memarak kasus-kasusnya.
Korupsi telah menjadi budaya, korupsi telah
meracuni seluruh instansi baik negeri maupun swasta, korupsi telah menjadi
lazim ketika setiap hari selalu di pertontonkan berita di televisi, orang sudah
tidak kaget apabila pemimpin-pemimpin negeri melakukan korupsi. Korupsi telah
mengendemik dan mensistemik. Dimanakah letak keberagamaan kita? Apakah ibadah
hanya sebatas ritual saja sehingga tidak merasuk dalam laku?
Problematika di atas apabila disandingkan dengan
pokok permasalahan yaitu tidak adanya kejujuran dan keadilan. Kejujuran dan
keadilan banyak tersebut dalam kitab suci al-Qur’an namun belum mampu dipahami
dan dilaksanakan oleh umatnya. Lihat saja salah satunya dalam (Q.S.
Al-Hadid:25) “Sesungguhnya kami telah
mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami
turunkan bersamamu mereka al-Kitab dan neraca keadilan supaya manusia dapat
melaksankan keadilan.” Demikian juga dalam (Q.S. al-Ahzab : 23) “ Diantara orang-orang mukmin itu ada
orang-orang yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah.” Setidaknya
dua ayat ini bisa menjadi dasar bahwa kehidupan kita sebagai seorang muslim
harus melaksanakan ajaran-ajaran yang ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Namun apabila di runtut penyebab utamanya adalah
pendidikan, pendidikan yang di awali dari lingkungan keluarga, kemudian
sekolah, dan masyarakat harus bersama-sama secara kolektif melakukan
pembudayaan perilaku kejujuran dan keadilan, dalam kata lainnya pendidikan anti
korupsi. Hal itu wajib di laksanakan jangan sampai problem yang sudah endemik
ini dibiarkan begitu saja bahkan masuk kedalamnya. Perlu adanya gerakan
nasional yang di awali dari pendidikan.
Oleh karena itu keadilan dan
kejujuran harus diajarkan, dikenalkan dan diterapkan sejak usia dini, karena dengan adanya
pendidikan dan penerapan kejujuran serta keadilan diusia dini, sifat itu akan
terus melekat pada diri seorang anak sampai ia
dewasa. Sehingga dalam makalah ini penulis akan membahas tentang ”Pendidikan Anti Korupsi Perspektif
Keadilan dan Kejujuran Dalam Al-Qur’an dan Hadis”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan pada subbab
sebelumnya, berikut ini dipaparkan secara rinci beberapa hal yang menjadi rumusan masalah
dalam makalah.
1. Apa pengertian jujur dan adil beserta dalil
dan hadisnya?
2. Bagaimana fenomena
korupsi di Indonesia ?
3. Bagaimana perspektif
al-Qur’an dan Hadis dalam menangani korupsi?
1.3 Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah
yang telah dikemukakan pada subbab sebelumnya, berikut ini dipaparkan secara
rinci beberapa hal yang menjadi tujuan penulisan makalah.
1. Agar kita mengetahui makna dari keadilan dan
kejujuran dalam al-Quran dan al-Hadis.
2. Agar kita bisa
mengetahui bagaimana sebab akibat fenomena korupsi di indonesia.
3. Agar kita mengetahui bagaimana cara menegakan
konsep kejujuran dan keadilan dalam hal
memberantas korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Adil
Berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di
tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu
sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang
adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum
positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku. Dalam Al
Quran, kata ‘adl disebut juga dengan qisth (QS Al Hujurat:9).[6]
Dengan demikian, orang
yang adil selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak memihak kecuali
kepada kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, bangsa
maupun agama. Keberpihakan karena faktor-faktor terakhir—bukan berdasarkan pada
kebenaran– dalam Al Quran disebut sebagai keberpihakan yang mengikuti hawa
nafsu dan itu dilarang keras (QS An Nisa’ 4:135). Dengan sangat jelas Allah
menegaskan bahwa kebencian terhadap suatu golongan, atau individu, janganlah
menjadi pendorong untuk bertindak tidak adil (QS Al Maidah:8).
Sebagian ulama berpendapat bahwa: “Orang yang
adil itu ialah orang yang jika marah, kemarahannya itu tidak menjerumuskannya
kepada kebatilan. Dan apabila ia senang, kesenangannya itu tidak
mengeluarkannya dari kebenaran.[7] Sedangkan adil adalah kata serapan dari bahasa arab al-adl, yaitu
sesuatu yang sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak dalam memberikan
keputusan; dan juga dapat diartikan sebagai kondisi yang berpegang pada
kebenaran. Sedangkan keadilan menurut kamus besar bahasa Indonesia dikatakan
sebagai sifat, perbuatan maupun tingkah laku yang mencermikan adil tersebut.[8]
2.2
Pengertian jujur
Kejujuran merupakan kata berimbuhan yang berasal dari kata jujur,
dalam kamus besar bahasa Indonesia dikatakan bahwa, jujur berarti sikap yang
lurus hati; tidak berbohong; tidak curang dalam sebuah permainan. Sedangkan
kejujuran sendiri diartikan sebagai sebuah ketulusan hati dari seseorang untuk
bersikap atau berkata apa adanya.[9]
Anjuran
untuk berlaku jujur cukup banyak
disebutkan dalam al-Quran. Diantaranya pada surat at-Taubah ayat 119 yang
menganjurkan kita untuk berlaku jujur dengan perkataan dan perbuatan. Tidak
semua orang sanggup untuk berlaku jujur dalam setiap tingkah laku mereka, hanya
mereka yang telah terbiasa dengan kejujuran dan bersama orang-orang yang jujurlah
yang sanggup untuk istiqomah dalam kejujuran. Hal itu merupakan sebuah kebaikan
bagi setiap orang yang melakukannya, sebagaimana dinyatakan dalam Q.S Muhammad
ayat 21.
Sikap jujur, dapat dikatakan sebagai fadhilah yang menentukan
status dan kemajuan perseorangan maupun masyarakat. Menegakkan prinsip
kejujuran adalah salah satu kemaslahatan dalam hubungan antara manusia secara
individu maupun kelompok. Kata jujur
adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang. Bila seseorang berhadapan dengan suatu
atau fenomena maka seseorang itu akan memperoleh gambaran
tentang sesuatu atau fenomena tersebut. Bila seseorang
itu menceritakan informasi tentang gambaran tersebut kepada
orang lain tanpa ada “perobahan” (sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang
seperti itulah yang disebut dengan jujur.
Sesuatu atau
fenomena yang dihadapi tentu saja apa yang ada pada diri sendiri atau di luar diri sendri.
Misalnya keadaan atau kondisi tubuh, pekerjaan yang telah atau sedang
serta yang akan dilakukan. Sesuatu yang teramati juga dapat
mengenai benda, sifat dari benda tersebut atau bentuk maupun
model. Fenomena yang teramati boleh saja yang berupa suatu peristiwa, tata
hubungan sesuatu dengan lainnya. Secara sederhana dapat dikatakan apa saja yang
ada dan apa saja yang terjadi.
Perlu juga
diketahui bahwa ada juga seseorang memberikan berita atau informasi
sebelum terjadinya peristiwa atau fenomena. Misalnya sesorang mengatakan dia akan
hadir dalam pertemuan di sebuah gedung bulan depan. Kalau memang dia
hadir pada waktu dan tempat yang telah di sampaikannya itu maka seseorang itu
bersikap jujur. Dengan kata lain
jujur juga berkaitan dengan janji. Disini jujur berarti mencocokan atau
menyesuaikan ungkapan (informasi) yang disampaikan dengan realisasi (fenomena).
http
Mungkin kita
pernah melihat atau memperhatikan Tukang bekerja. Dia bekerja
berdasarkan sebuah pedoman kerja. Dalam pedoman kerja (tertulis atau tidak) ada
ketentuan sebuah perbandingan yakni 3 : 5. Tapi dalam pelaksanaan kerja
Tukang tersebut tidak mengikuti angka perbandingan itu, dia membuat
perbandingan yang lain yakni 3 : 6, Peristiwa ini jelas memperlihatkan si
Tukang tidak mengikuti ketentuan yang ada dalam pedoman kerja.
Dengan demikian berarti si Tukang tidak
bersikap jujur. Dalam
kasus ini sang Tukang tidak berusaha menyesuaikan informasi yang
ada dengan fenomena (tindakan yang dilaksanakan ).
Kejujuran juga
bersangkutan dengan pengakuan.
Dalam hal ini kita ambil contoh , orang Eropa membuat pernyataan atau menyampaikan
informasi, bahwa orang pertama sekali yang sampai ke Benua Amerika adalah
Cristofer Colombus…Padahal menurut sejarah yang berkembang, sebelum Colombus
mendarat di Benua Amerika telah sampai kesana armada Laksmana Cheng ho. Artinya apa, tidak ada
pengakuan. Dalam hal ini kita juga melihat persoalan kesesuaian antara fenomena
(realitas) dengan informasi yang disampaikan.
Jadi dari
uraian di atas dapat diambil semacam rumusan, bahwa apa yang
disebut dengan jujur adalah
sebuah sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokan
antara Informasi dengan fenomena. Dalam agama Islam sikap
seperti inilah yang dinamakan shiddiq. Makanya jujur
itu ber-nilai tak
terhingga .
2.3 Keadilan dan Kejujuran dalam al-Quran
1. Keadilan
Sebagaiman dijelaskan dalam Q.S an-Nahl:90.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي
الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُون َ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi kepada kamu kerabat, dan
Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (16: 90)
Imam al-Razi dalam tafsirnya Mafatih
al-Ghaib, berkenaan dengan ayat tersebut, beliau mengatakan bahwa salah satu
hal yang sederhana yang telah diwajibkan kepada seluruh hambanya adalah
menunaikan amanah, tetapi para mufassir menurut al-Razi menafsirkan ayat
tersebut dengan perintah untuk bersaksi dengan benar meskipun kesaksiannya
untuk saudara kerabatnya.
Dengan berbagai konteks
keadilan yang disampaikan dalam al-Qurán, keadilan dapat kita simpulkan sebagai
syarat bagi terciptanya kesempurnaan pribadi, standard kesejahteraan
masyarakat, dan hal yang dapat mendekatkan kita kepada kebahagiaan ukhrawi.[10]
2. Kejujuran
يـاَيـُّهَا الَّذِيـْنَ امَنُوا اتَّـقُوا اللهَ
وَ قُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيـْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَ
يَغْفِرْلَكُمْ ذُنـُوْبَكُمْ، وَ مَنْ يُّـطِعِ اللهَ وَ رَسُوْلَه فَـقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيْمًا. الاحزاب : 70-71
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amal-amalmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. [Al-Ahzab : 70 – 71]
anjuran dan perintah dari Allah bahwa
hendaknya kaum muslimin senantiasa mengatakan sesuatu secara jujur. kewajiban
mengatakan kebenaran walau terasa pahit dan hanya berkata tentang suatu
kebenaran. tidak plinplan dan tidak mengatakan sesuatu yang tidak berdasa
apalagi berbohong, itu merupakan perbuatan yang mungkar. jika dua hal yang
tersebut benar-benar dilaksanakan dengan hanya mengharap ridla Allah, niscaya Allah
akan melimpahkan kebaikan terhadap apa yang sudah kita amalkan dan insyaAllah
menyempurnakan amalan perbuatan kita. Jika amalan-amalan baik kita diterima
Allah tentunya amalan-amalan baik itu akan menghapus dosa-dosa kita dan akan
menambah timbangan berat kita di akhirat.
2.4 Keadilan dan Kejujuran dalam Hadis
1. Keadilan
1. عن عبدالله بن عمرو بن العاص رضي الله تعالى
عنهما قال: قال رسول الله صل الله عليه و سلّم : (( انّ المقسطين عند الله على
منابر من نور, عن يمين الرحمن عزّوجلّ وكلتا يديه يمين, الذين يعدلون في حكمهم
واهليهم وما ولوا )). (اخرجه مسلم).
Artinya: Dari Abdullah ibni amr ibnil ash رضي الله
عنهما , telah bersabda Rosulullah صلى الله
عليه و سلم “Sesungguhnya orang yang
adil berada dekat dengan ALLAH عزّوجلّ
diatas mimbar dari cahaya, disebelah kanan ALLAH عزّوجلّ,
dan tangan kedua-NYA adalah kanan, yaitu mereka yang adil didalam hukum mereka
dan kepada keluarga mereka dan segala yang diamanahkan kepada mereka.”
(HR.Muslim).[11]
Faedah Hadits :
1. Sesungguhnya keadilan didalamnya terdapat
ketinggian derajat didunia dengan keridhoan ALLAH عزّوجلّ,
, dan ketinggian diakhirat dengan berada diatas mimbar.
2. Sesungguhnya keadilan adalah cahaya
didunia, dan penyejuk mata bagi penguasa dan rakyat, dan balasan atas yang
demikian itu dengan cahaya diakhirat, sebagaimana kezholiman adalah kegelapan
yang sangat didunia dan kegelapan pada hari kiamat.
3. Didalamnya terdapat penetapan tangan bagi
ALLAH عزّوجلّ, , dan sesungguhnya
tangan keduaNYA adalah kanan.
4. Didalamnya terdapat luasnya pujian atas
keadilan, baik berupa perkataan ataupun perbuatan atau selain dari itu.
5. Didalamnya terdapat perintah untuk berbuat
adil kepada siapa saja, maka jika keadilan itu wajib untuk keluarganya padahal
sesungguhnya seseorang memiliki kemurahan terhadap keluarganya maka lebih utama
lagi jika keadilan itu terhadap selainnya dari kaum muslimin, bahkan terhadap
orang kafir. Rasulullah صلى الله عليه و سلم
telah bersabda :”Takutlah kalian terhadap doanya orang yang terdzolimi, karena
sesungguhnya tidak ada penghalang antara doa tersebut dengan ALLAH عزّوجلّ,”. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya
keadilan wajib terhadap setiap orang.
6. Didalamnya terdapat faedah keterkaitan
antara keadilan dengan amanah, karena sesungguhnya orang yang diberi amanah
tidak bisa menunaikan amanah yang diserahkan kepadanya kecuali dengan keadilan.
7.
Didalamnya terdapat penegasan terhadap apa yang datang dari Alquran yaitu
pegawai yang baik adalah yang kuat lagi amanah. Sabda Rosulullah صلى الله عليه و سلم
: (( اتقوا دعوة المظلوم فانه ليس دونها جخاب
))
”Sesungguhnya sebaik-baik orang yang engkau pekerjakan
adalah yang kuat lagi amanah”. Maka sesungguhnya keadilan tidak akan ada
kecuali bersama orang yang memiliki kekuatan yang dapat mengusir kelemahan dari
dirinya dan amanah itu dapat mengusir darinya sifat khianat.
8. Didalamnya terdapat peringatan dari
mempekerjakan orang yang menyadari bahwa dirinya tidak bisa menjalankan tuntutan amanah
atas dirinya.
9. Didalamnya terdapat peringatan dari orang
yang mempekerjakan pegawai yang memiliki kelemahan dan tidak memiliki sifat
amanah.
Didalamnya terdapat peringatan sesungguhnya wajib atas
setiap da’i untuk menetapi keadilan dengan ucapan mereka, dan perbuatan mereka,
dan pena meraka didalam seluruh urusan mereka, Dan bahwasanya perkara tersebut
merupakan sebab diraihnya taufik dari ALLAH عزّوجلّ
, sehingga hati mereka bercahaya demikian juga pakaian perang mereka. Sehingga
kedudukan mereka akan terangkat didunia dan akhirat, Dan jika mereka melakukan
selain dari keadilan itu maka balasannya akan berbeda, dan tidaklah pelaku
kejahatan itu berbuat kejahatan kecuali kepada diri mereka sendiri (“Dan
tidaklah Allah mendzholimi seorangpun”). Dinukil dan diterjemahkan dari Kitab
Arba'in Haditsan fiy Tarbiyyati wal Manhaji dita'lif oleh Fadhilatu As-syaikh
Abdul Aziz bin Muhammad As-sadhan حفظه الله.
2.
Kejujuran
لرَّابِعُ : عَنْ أبي ثَابِتٍ ، وقِيلَ :
أبي سعيدٍ ، وقِيلَ : أبي الْولِيدِ ، سَهْلِ بْنِ حُنيْفٍ ، وَهُوَ بدرِيٌّ ، رضي
اللَّه عنه ، أَن النبيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « مَنْ سَأَلَ
اللَّهَ ، تعالَى الشِّهَادَة بِصِدْقٍ بَلَّغهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهدَاء ،
وإِنْ مَاتَ عَلَى فِراشِهِ » رواه مسلم
Keempat: Dari Abu Tsabit, dalam suatu riwayat
lain disebut-kan Abu Said dan dalam riwayat lain pula disebutkan Abulwalid,
yaitu Sahl bin Hunaif رضي الله عنه,
dan dia pernah ikut peperangan Badar, bahwasanya Nabi SAW. bersabda:“Barangsiapa yang dengan jujur memohonkan
kepada Allah Ta’ala supaya dimatikan syahid , maka Allah akan menempatkan orang
itu ke derajat orang-orang yang mati syahid, sekalipun ia mati di atas tempat
tidurnya.” (Riwayat Muslim)عن أبي خالدٍ
حكيمِ بنِ حزَامٍ . رضِيَ اللَّهُ عنه ، قال : قال رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ
عَلَيْهِ وسَلَّم : الْبيِّعَان بالخِيارِ ما لم يَتفرَّقا ، فإِن صدقَا وبيَّنا
بوُرِك لهُما في بَيعْهِما ، وإِن كَتَما وكذَبَا مُحِقَتْ بركةُ بيْعِهِما »
متفقٌ عليهDari Abu Khalid yaitu Hakim bin Hizam رضي الله عنه, ia masuk Islam pada waktu pembebasan Makkah,
sedang ayahnya adalah termasuk golongan tokoh Quraisy, baik di masa Jahiliyah
ataupun di masa Islam, katanya: “Rasulullah صلی الله
عليه وسلم bersabda:
a. Kondisi orang tersebut pada saat itu.
b. Luas dan sempitnya pengetahuan yang dimiliki.
c. Latar belakan cinta dan benci.
d. Terdorong oleh kepentingan sendiri atau golongan.
a. Kondisi orang tersebut pada saat itu.
b. Luas dan sempitnya pengetahuan yang dimiliki.
c. Latar belakan cinta dan benci.
d. Terdorong oleh kepentingan sendiri atau golongan.
“Dua orang yang berjual-beli itu berhak memilih sebelum
berpisah. Apabila keduanya itu bersikap jujur dan menerangkan cacat-cacatnya,
maka diberi berkah jual-beli keduanya, tetapi jikalau keduanya itu
menyembunyikan cacat-cacatnya dan sama-sama berdusta, maka jual-beli itu
tidak membawa berkah” (Muttafaq ‘alaih)
2.5 Fenomena Korupsi di Indonesia
Korupsi telah menjadi budaya, korupsi telah
meracuni seluruh instansi baik negeri maupun swasta, korupsi telah menjadi
lazim ketika setiap hari selalu di pertontonkan berita di televisi, orang sudah
tidak kaget apabila pemimpin-pemimpin negeri melakukan korupsi. Korupsi telah
mengendemik dan mensistemik. Dimanakah letak keberagamaan kita? Apakah ibadah
hanya sebatas ritual saja sehingga tidak merasuk dalam laku?
Problematika di atas apabila disandingkan
dengan pokok permasalahan yaitu tidak adanya kejujuran dan keadilan. Kejujuran
dan keadilan banyak tersebut dalam kitab suci al-Qur’an namun belum mampu
dipahami dan dilaksanakan oleh umatnya. Lihat saja salah satunya dalam (Q.S.
Al-Hadid:25) “Sesungguhnya kami telah
mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami
turunkan bersamamu mereka al-Kitab dan neraca keadilan supaya manusia dapat
melaksankan keadilan.” Demikian juga dalam (Q.S. al-Ahzab : 23) “ Diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang
yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah.[12]
Setidaknya dua ayat ini bisa menjadi dasar bahwa kehidupan kita sebagai
seorang muslim harus melaksanakan ajaran-ajaran yang ada dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah.
Namun apabila di runtut penyebab utamanya
adalah pendidikan, pendidikan yang di awali dari lingkungan keluarga, kemudian
sekolah, dan masyarakat harus bersama-sama secara kolektif melakukan
pembudayaan perilaku kejujuran dan keadilan, dalam kata lainnya pendidikan anti
korupsi. Hal itu wajib di laksanakan jangan sampai problem yang sudah endemik
ini dibiarkan begitu saja bahkan masuk kedalamnya. Perlu adanya gerakan
nasional yang di awali dari pendidikan.
Dalam sebuah
hasil penelitian mautakhir dari transparency International, Indonesia menempati
peringkat 12 dari 133 negara yang di survei.[13]
Menurut penelitian terbaru masih dalam institusi yang sama bahwa menempatkan
Indonesia dalam rangking ke 114 negara terkorup di dunia.[14]
Tidak heran jika selama lebih dari 68
tahun kemerdekaan, bangsa Indonesia tidak beranjak dari problem kemiskinan dan
kesengsaraan yang diderita rakyat kecil, bahkan justru semakin tambah
menderita. Menurut Frans Magnis-Suseno, korupsi merupakan bentuk pengkhianatan
paling kejam dan tercela terhadap bangsa. Sebeb korupsi merupakan pengkhiantan
terhadap kejujuran yang merupakan dasar semua orang untuk hidup bersama yang
lainnya.
Terlebih lagi
korupsi sudah menjadi epidemi penyakit karatan yang menghinggapi negara ini.
Pungutan-pungutan liar diharuskan aparat negara ketika masyarakat mengurusi
soal adminduk (KTP/KK), Izin usaha/ pertanahan, jembatan timbang pada angkutan
barang, dalam dunia pendidikan, dan lain-lain. Praktek-praktek ini nampaknya
sudah lazim hingga membudaya.
Apabila kita
runut ke belakang, fenomena mengguritanya korupsi di Indonesia bermula dari
perilaku bangsa kolonial yang amat lama menjajah kita. Pada masa kolonialisme,
para penjajah dengan politik devide at impera-nya (adu domba) melakukan
pembusukan terhadap moral bangsa dengan menjalankan perselingkuhan politik dan
wanita bersama penguasa daerah dan kerajaan, dengan wadah VOC mereka tidak
segan-segan untuk mendukung sekelompok orang yang ingin mendongkel sebuah
kekuasaan resmi, asal mendapatkan keuntungan politik dan materi.[15]
Hancur leburnya tatanan bangsa yang telah di bangun oleh para leluhur kita
akibat hegemoni kolonialisme yang sudah berubah menjadi paradigma masyarakat
indonesia, sehingga yang benar di katakan salah yang salah dikatakan benar.
Kejujuran dan keadilan di anggap tabu, kebohongan dan kemunafikan di anggap
lumrah.
Perkembangan
bangsa ini secara de facto dan de jure telah di percaya atas kemerdekaannya
menjadi negara kesatuan republik Indonesia, namun hegemoni kolonial masih saja
hinggap bahkan merasuk ke dalam relung kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini
berakibat membudayanya korupsi pada birokrasi pemerintahan kita semenjak orde
lama, orde baru hingga reformasi bahkan yang tersebut terkahir sudah masuk
semua ke semua lini baik eksekutif, legislatif, dan daerah. Otonomi daerah yang
seharusnya bertujuan adanya pemerataan yang terjadi malah bancakan (bagi-bagi bahasa jawa) bagi pejabat daerah.
Sudah banyak
langkah praktis dan teoritis dilakukan pemerintah untuk memberantas korupsi. Di
era Soekarno, telah dua kali dilakukan usaha pemberantasan korupsi, antara lain
perangkat undang-undang keadaan bahaya, panitia retooling aparatur negara yang
bertugas melakukan pendataan kekayaan pejabat negara, “Operasi Budhi” yang
bertugas meneliti pada lembaga-lembaga negara yang rawan melakukan praktek korupsi. Pada masa
orde baru dibentuk tim pemberantasan korupsi (TPK) diketuai jaksa agung. Pada
masa reformasi pemerintah mengeluarkan UU nomor 28 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Berlanjut dengan pembuatan
KPKPN dan Ombudsman.[16]
Hingga putusan judicial review
terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK oleh Mahkamah Konstitusi[17]. Namun
nampaknya walaupun pemberantasan selalu dilakukan bahkan semakin ketat akan
tetapi prakteknya semakin merajalela pula bak lingkaran setan.
Bisa kita lihat
di Tahun 2013-2014 banyak rentetan kasus-kasus korupsi yang menghebohkan di
mulai dari Anas Urbaningrum dalam kasus wisma atlet yang konon kecipratan 2,21
M yang di gunakan untuk pencalonannya sebagai ketua Partai Demokrat, Luthfi
Hasan Ishaq sebagai ketua partai dengan jargon paling bersih itu sangat
menghentakkan masyarakat Indonesia karena terjerat kasus Korupsi impor sapi,
selain itu juga terjerat hubungan perselingkuhan dengan banyak wanita. Yang
paling megherankan lagi adalah kasus Akil Mochtar sebagai penegak keadilan
tertinggi negeri ini yaitu ketua Mahkamah Konstitusi yang di suap oleh banyak
kepala daerah dalam PILKADA, baik di lebak Banten, Jatim, dan banyak lagi yang lainnya.
Masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan hukum di negeri ini. Kasus tubagus
Chairi Wardana dan dinasti Atut Chisiyah yang begitu mudahnya memainkan
perpolitikan kekuasaan menyeluruh di prvinsi banten, dengan melakukan suap
terhadap MK. Yang terakhir yang paling menghebohkan lagi kasus Korupsi Hadi
Purnomo mantan Ketua BPK yang sebelumnya menjabat sebagai dirjen pajak itu
merugikan negara sebesar 375 M dalam kasus pajak bank BCA.
Selain tersebut
di atas masih sangat banyak kasus korupsi di negeri ini, dan harus bagaimanakah
merubahnya akan di mulai dari apa?
1.
Sebab-akibat Korupsi
Setidaknya ada tiga unsur terpenting seseorang
melakukan korupsi, yaitu adanya tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi. Unsur
pertama adalah unsur tekanan. Pada suatu keadaan tertentu seseorang merasa
mendapat tekanan dari orang lain ataupun keadaan, dia berupaya bagaimana bisa
mempertahankan eksistensi dirinya, sehingga mendorong dirinya melakukan
korupsi. Misalnya, bentuk tekanan tersebut berkaitan dengan keuangan, baik itu
keserakahan untuk menguasai ataupun adanya himpitan hutang, ataupun masih
mengalami kerugian. Bentuk tekanan lainnya berhubungan dengan pekerjaan dan
eksternal atau tekanan dari yang lain, misalnya kurang di hargainya kinerja
yang telah di capai, kebutuhan yang besar untuk memenuhi dan membahagiakan
keluarga atau orang yang dicintainya di luar batas kemampuannya.
Unsur kedua kesempatan, dapat didefinisikan
sebagai kewenangan mengendalikan atas suatu aset atau melakukan akses terhadap
aset. Suradi menyebutkan, ada lima faktor yang menyebabkan kesempatan individu
untuk melakukan kecurangan, 1) kurangnya pengendali pencegahan/ deteksi
korupsi. 2) ketidakmampuan menilai kualitas kinerja. 3) terbatasnya akses
keterbukaan informasi informasi publik. 4) ketidaktahuan, apatis dan
ketidakmampuan. 5) tidak hanya jejak audio.[18]
Sementara unsur ketiga rasionalisasi, adalah upaya pembenaran melakukan sesuatu
untuk memuaskan diri maupun golongan walaupun tidak dapat dipertanggungjawabkan
dari sisi norma, moral, dan etika.
Penjelasan berbeda di sampaikan hakim muda
Harahap. Dia berpendapat bahwa ada dua faktor yang menyebabkan seseorang
melakukan korupsi; faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
merupakan sesuatu yang disebut ciri kepribadian, faktor eksternal berupa
kebudayaan, kekuasaan, ekonomi, dan kelemahan hokum,
Pada intinya bahwa penyebab utama korupsi
adalah sangat terkait dengan lemahnya karakter dan iman, apabila seseorang
memilki karakter yang kuat hidup berprinsip dan kokoh atas prinsip-prinsip
sebagai kekuatan karakter tersebut, maka jelas tidak akan tergiur dengan
korupsi. Kekuatan karakter tersebut ada pada kekuatan iman seseorang. Kekuatan
iman akan mendorong seseorang mampu menghadapi godaan nafsu setan, menahan diri
dari berbuat maksiat dan perbuatan sia-sia, serta mampu menahan diri dari hal
yang merugikan orang lain seperti tindakan korupsi. Kekuatan iman mampu
mendorong seseorang mampu membaca situasi dan kondisi dengan benar. Namun
kekuatan iman tersebut tidak mudah untuk di tancapkan dalam hati harus adanya
pembiasaan-pembiasaan kegiatan yang mendorongnya yaitu membaca qur’an dengan
artinya serta mampu mempraktekkannya dan majelis ilmu dengan banyak diskusi,
refleksi, serta aksi nyata dalam kehidupan. Bahasa lainnya adalah mampu menjaga
dzikir, fikir, dan amal sholeh.
2.6 Rekonstruksi
pendidikan Indonesia, Pendidikan anti-korupsi perspektif al-Qur’an.
Pendidikan anti
korupsi di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2005, sebagaiamna disampaikan
pada konferensi “pengembangan kebijakan pendidikan Anti korupsi bagi UIN/IAIN
se-Indonesia di kantor kementrian Agama, Jakarta tahun 2006, kurikulum
pendidikan anti korupsi sudah mulai di uji coba di sejumlah kampus, antara lain
di Medan, Malang, Banjarmasin dan Riau[19].
Sementara itu pada tingkat pendidikan sekolah. Pendidikan anti korupsi
diujicobakan oleh Basuki seorang Guru sekaligus Kepala SMP Keluarga Kudus Jawa
Tengah, pada tahun 2005. Bentuknya ialah melalui pelajaran biasa dan dilakukan
pada jam-jam pelajaran. Pada tahun-tahun berikutnya perubahan dilakukan dalam
praktek pendidikan Anti Korupsi, yaitu dengan menerapkannya langsung pada
praktek sehari-hari, seperti adanya warung kejujuran pada tahun 2006, lalu
telepon kejujuran pada 2007[20].
Kajian anti korupsi kemudian menjadi isu baru dalam dunia Pendidikan, salah
satunya adalah studi Muhammad Mufid mengenai pendidikan Islam kontra korupsi[21].
Hal ini kemudian dilanjutkan oleh Kemendikbud kerjasama dengan KPK melalui
peluncuran pendidikan anti korupsi pada tahun ajaran 2012.
Pengertian pendidikan
anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana mewujudkan proses belajar
mengajar yang kritis terhadap nlai-nilai dan praksis korupsi.[22]
Dalam prakteknya bukan hanya media transfer pengetahuan saja (kognitif), akan
tetapi juga menekankan pembentukan karakter (afektif), dan sekaligus kesadaran
moral dalam melakukan aksi perlawanan (psikomotorik) terhadap perilaku korupsi.
Pengertian tersebut cukup mewakili Pendidikan Anti Korupsi sebagai mata
pelajaran/ mata kuliah. Akan tetapi pendidikan korupsi tidak akan berjalan
efektif apabila hanya di kelas saja, seharusnya dirumuskan dalam berbagai
kegiatan dan aktivitas pendukungnya. Seperti warung kejujuran, kegaiatan
kepemimpinan (leadership), pembiasaan
kegiatan pembentukan karakter anti korupsi yang terprogram dan terencana serta
kegiatan mutaba’ah yaumiyyah
(evaluasi setiap kegiatan sehari-hari) sebagai upaya melatih kejujuran menilai
diri dan mengkontrol aktifitas sehari-hari, dan lain sebagainya. Sehingga
pendidikan anti korupsi dalam perspektif al-Qur’an yaitu usaha yang dilandasi
penuh kesadaran untuk mengantarkan manusia memiliki karakter anti korupsi
dengan kekuatan imannya menjauhi, mencegah, berjuang, dan berdakwah untuk
meninggalkan maupun menerangi korupsi sebagai perwujudan hamba Allah (‘abid) dan
pemimpin dunia (khalifah fil ardh).[23]
2.7 Korupsi
Dalam al-Qur’an
Ketika menelaah pengertian korupsi sebagaiamana
tersebutkan di atas, semuanya menunjukkan korupsi adalah sesuatu yang buruk,
rusak, dan merugikan.ti- dak satupun yang menunjukkan kebaikan ataupun
kebajikan.
Al-qur’an merupakan rujukan utama umat muslim
dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Pembahasan dan Kandungan maupun
filosofinya sangat luas yang tak pernah habis di kaji oleh peneliti sepanjang
masa. Di bawah ini adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan pendidikan anti
korupsi. Ada enam istilah dalam al-Qur’an yang memperlihatkan kesesuaian arti
dengan korupsi. Enam tersebut memilki arti khusus, yaitu gulul, al-suht, harb, al-sariqah, al-dalwu dan gasab.[24]
dari enam istilah tersebut hanya tiga yang akan di jelaskan sebagai berikut :
1.
Gulul
Term Gulul berarti pengkhianatan yaitu
mengambil sesuatu dan menyembunyikan dalam hartanya. Dalam perubahan tasrif-nya
dalam al-Qur’an terulang 18 kali dalam 14 surat.[25]
Allah berfirman dalam surat Ali-Imran (3) : 161-164
161. tidak
mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa
yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan
datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan
diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal,
sedang mereka tidak dianiaya.
162. Apakah
orang yang mengikuti keridhaan Allah sama dengan orang yang kembali membawa
kemurkaan (yang besar) dari Allah dan tempatnya adalah Jahannam? dan Itulah
seburuk-buruk tempat kembali.
163.
(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha melihat
apa yang mereka kerjakan.
164. sungguh
Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah
mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Ayat di atas
turun ketika perang badar, berkenaan dengan hilangnya permadani merah, kemudian
orang-orang munafik memeberitakan : “Rasulullah barangkali yang mengambilnya
atau barangkali pasukan memanah.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut yang
menyangkal tuduhan pengkhianatan Nabi dalam urusan harta rampasan perang (ganimah).[26]
Menurut al-Zuhaily dalam tafsir al-Munir, ayat ini turun ketika pasukan mamanah
meninggalkan markas, ketika ditugaskan oleh Rasulullah pada perang Uhud,
meminta ganimah dan mereka khawatir tidak memperoleh bagian harta rampasan
perang tersebut. Maka Rasulullah bersabda : bukankah aku telah membuat
perjanjian kepadamu untuk tidak meninggalkan markas sehingga datang perintahku
(untuk meninggalkannya)? Mereka pun
(pasukan perang) menjawab “kami menugaskan sebagian kami untuk tetap disana”
Rasulullah kemudian bersabda “Bahkan kalian mengira kami akan mengorupsinya
tanpa membaginya ?.[27]
Dalam ali Imran
: 161-164, Allah kemudian menegaskan bahwa Rasulullah tidak akan pernah
melakukan korupsi berupa gulul dengan mengambil ganimah yang bukan haknya.
Allah juga menegaskan siksaan bagi orang yang melakukannya akan mendapatkan
azab di hari kiamat dengan menjerat lehernya, bahkan Rasulullah pun tidak bisa
menolongya di hari kiamat. Ancaman itu juga ditegaskan kembali dalam al-An’am :
31 yang menyebut “mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah amat
buruklah apa yang mereka pikul itu.”[28]
Dalam al-Imran
164, Allah menegaskan perbedaan antara orang yang menaati Allah dan orang yang
durhaka kepadaNya. Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa model pendidikan yang
dilakukan Rasulullah, yaitu dengan membaca al-Qur’an (tilawah), pembersihan
jiwa (tazkiyah), dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Karena
itu ayat-ayat al-Qur’an di atas memberikan pelajaran penting yaitu :1)
pentingnya mengetahui teori tentang korupsi, banyak membaca, dan mempelajari
al-Qur’an, memahami korupsi, sebab, akibat maupun jenisnya. 2) menanamkan kejujuran,
keadilan, dan tidak memanfaatkan kekuasaan untuk korupsi. 3) pembentukan
karakter anti korupsi dan melakukan usaha-usaha agar tidak terjerumus dalam
korupsi (tazkiyah). 4) keseimbangan antara balasan dan perbuatan merupakan
aturan ilahi, serta 5) pendidikan dengan hikmah.[29]
2. Al-Suht
Term al-Suht
secara klasikal berasal dari kata “sabata’ yang memiliki makna memperoleh harta
yang haram.[30]
Allah Berfirman dalam Surat al-ma’idah 42:
“mereka itu
adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram
(Seperti uang sogokan dan sebagainya). jika mereka (orang Yahudi) datang
kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara
mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka Maka
mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu
memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka
dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.”
Al-Zamakhsary
dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud dengan al-suht adalah harta haram.[31]
Ibn khazom Andad, seperti yang dikutip oleh al-Qurthubi, menjelaskan al-suht
sama artinya dengan suap (risywah).[32]
3. Al-sariqah
Kata saraqa
secara etimologi bermakna “akhidzyu mali al-ghairi khifyatun” (mengambil harta
orang lain secara sembunyi-sembunyi).[33]
Sedangkan secara terminologi kata al-sariqah adalah mengambil harta orang lain
yang bukan miliknya dengan jalan sembunyi-sembunyi tanpa kerelaan pemiliknya.[34] Allah
berfirman dalam al-Quran al-maidah :38 ”laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ibn Katsir
dalam tafsirnya menjelaskan sebuah riwayat yang bersumber dari Abdullah bin Amr
yang menjelaskan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan seorang wanita yang
mencuri. Maka datanglah orang yang merasa jadi korban kemudian bertanya pada
Rasulullah. “wahai Nabi, wanita ini telah mencuri perhiasan kami.” Maka wanita
itu berkata. “Kami akan menebus curiannya.” Nabi bersabda, “potonglah
tangannya!” kaumnya berkata “ Kami akan menebusnya dengan lima ratus Dinar.”
Maka Nabi SAW pun bersbda, “potonglah tangannya!”. Maka di potonglah tangan
kanannya. Kemudian wanita itu bertanya, “Ya Rasul, apakah ada jalan untuk aku
bertaobat?” jawab Rasul “ Engkau kini telah bersih dari dosamu, sebagaimana
engkau lahir dari perut ibumu.” Kemudian turnlah ayat mengenai ketentuan memotong
tangan bagi pelaku tindak pencurian “ laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya.” (Q.S. al-Ma’idah:38)
Ayat ini
memberi gambaran secara jelas beberapa prinsip penting, yaitu 1) pentingnya
penegakan hukum yang adil dan tegas. 2) membangun kekuatan iman (ghayatul
imaniyah), sehingga tidak tergoda dengan limpahan harta untuk mengkhianati
hukum tersebut. 3) menanamkan tanggung jawab atas apa yang diperbuat, 4) Tazkiyatun nafs/pembersihan
diri dengan berani mengakui kesalahan dan menerima hukuman. Ketika hukum
dilaksanakan dan orang yang bersangkutan mau bertaubat, maka patut untuk di
hargai, sebagaimana Rasulullah berkata kepada perempuan tersebut : “Engkau kini
telah bersih dari dosamu sebagaimana engkau lahir dari perut ibumu.” 5)
perlunya menyiapkan generasi berkarakeer kuat (perkasa) dan bijaksana dalam
menghadapi segala persoalan. Karena itulah Allah menutup ayat yang berkaitan
dengan penegakan hukum terhadap pencuri yang berusaha menyuap tersebut, dengan
berfirman : “ Allah maha perkasa lagi maha bijaksana”.[35]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam bagian ini dipaparkan secara rinci
mengenai simpulan dari pemaparan pada fokus pembahasan.
1. Adil berasal dari bahasa Arab yang berarti
berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil
bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan
demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik
hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat)
yang berlaku. Sedangkan jujur
dalam kamus besar bahasa Indonesia dikatakan bahwa, jujur berarti sikap yang
lurus hati; tidak berbohong; tidak curang dalam sebuah permainan. Sedangkan
kejujuran sendiri diartikan sebagai sebuah ketulusan hati dari seseorang untuk
bersikap atau berkata apa adanya.
2. Jadi
Islam telah mengatur segala macam perbuatan serta terdapat pandangan tentang
Kejujuran dan Keadilan didalam Al-Qur’an dan Hadits, seperti pada Q.S an-Nahl:90 dan ayat serta hadits
lainnya yang dapat kita ambil ibrahnya serta menggali sumber hokum dalam Quran
ataupun Hadits.
3. Korupsi yang telah menjadi budaya, korupsi yang
telah meracuni seluruh instansi baik negeri maupun swasta, yang disebabkan dari
perilaku bangsa kolonial yang amat lama menjajah kita. Pada masa kolonialisme,
para penjajah dengan politik devide at impera-nya (adu domba) melakukan
pembusukan terhadap moral bangsa dengan menjalankan perselingkuhan politik dan wanita
bersama penguasa daerah dan kerajaan, dengan wadah VOC mereka tidak segan-segan
untuk mendukung sekelompok orang yang ingin mendongkel sebuah kekuasaan resmi.
Korupsi disebabkan karena adanya tekanan-tekanan dari orang lain ataupun
keadaan, dia berupaya bagaimana bisa mempertahankan eksistensi dirinya,
sehingga mendorong dirinya melakukan korupsi serta adanya kesempatan sebagai
kewenangan mengendalikan atas suatu aset atau melakukan akses terhadap aset,
dan rasionalisasi, adalah upaya pembenaran melakukan sesuatu untuk memuaskan
diri maupun golongan walaupun tidak dapat dipertanggungjawabkan dari sisi
norma, moral, dan etika. Tetapi penyebab
utama seseorang melakukan korupsi adalah
terkait dengan lemahnya karakter dan iman. Ini semua dapat diatasi dengan
adanya Rekonstruksi pendidikan Indonesia,, Pendidikan anti-korupsi perspektif
al-Qur’an yang bentuknya ialah melalui pelajaran biasa dan dilakukan pada
jam-jam pelajaran, dengan menerapkannya langsung pada praktek sehari-hari,
seperti adanya warung kejujuran pada tahun 2006, lalu telepon kejujuran pada
2007. Pengertian pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana
mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nlai-nilai dan praksis
korupsi. Dalam prakteknya bukan hanya media transfer pengetahuan saja
(kognitif), akan tetapi juga menekankan pembentukan karakter (afektif), dan
sekaligus kesadaran moral dalam melakukan aksi perlawanan (psikomotorik)
terhadap perilaku korupsi. Akan tetapi pendidikan korupsi tidak akan berjalan
efektif apabila hanya di kelas saja, seharusnya dirumuskan dalam berbagai
kegiatan dan aktivitas pendukungnya. Sehingga pendidikan anti korupsi dalam
perspektif al-Qur’an yaitu usaha yang dilandasi penuh kesadaran untuk
mengantarkan manusia memiliki karakter anti korupsi dengan kekuatan imannya
menjauhi, mencegah, berjuang, dan berdakwah untuk meninggalkan maupun menerangi
korupsi sebagai perwujudan hamba Allah (‘abid) dan pemimpin dunia (khalifah fil ardh.).
4.
Oleh karena itulah, bisa disimpulkan kembali bahwa keadilan dan kezaliman dari
permasalahan yang muncul karena adanya beberapa faktor, diantaranya:
[1] Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, Nasrullah, Studi al-Quran dan Hadis, (Malang: UIN-Maliki press, 2014), h. 237.
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/”jujur”
[3] Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, Nasrullah, Studi al-Quran dan Hadis, (Malang: UIN-Maliki press, 2014), h. 238.
[4] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/”adil”
[5] Suyono, pencuri kayu, NEWS,
(http://m.okezone.com/read/2015/03/12/340/1117810/nenek-pencuri-7-batang-kayu-kembali-histeris-di-persidangan)
[6] Wildan taufik, “adil”, http://id.wikipedia.org/wiki/Adil#cite_note-1, diakses tanggal 20 november
2015.
[7] Ibnu Qayyim. Risalah
Tabukiyah , (Tahqiq Abu Abdirrahman Aqil bin Muhammad bin
Zaid Al-Muqthiri Al-Yamani, cet. Ke-1).
Yaman: Maktabah Dar Al-Quds. h. 63.
[8] Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/”adil”
[9] Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/”jujur”
[10] Perpustakaan Nasional RI: Hukum, Keadilan dan HAM: Tafsir Quran
Tematik. Aku Bisa. Jakarta. 2012.
[11] Syarah Hadits Shahih Muslim bi syarhi al-imam Al-Nawawi,
Abi Zakariyah yahya. Riyadh. 2003.
[12] Al-Jumanatul ‘Ali, Al-Qur’an
dan terjemah, CV Penerbit J-Art: Bandung, 2005.
[13] Tarmizi Taher, Jihad Nu-Muhammadiyah melawan korupsi dalam
jihad melawan korupsi, (Jakarta: kompas, 2005) h. 107-108.
[14] Ahmad fauzan, “Peringkat korupsi”, http://www.republika.co.id, diakses pada tangal 02 November 2015
[15] Taher, Jihad NU, h. 108.
[16] Taher, jihad NU, h. 108-109.
[17] Amir Syamsudin, KPK, h. 14.
[18] Suradi, korupsi dalam sektor pemerintah dan swasta, h. 13.
[19] Budiono, “pendidikan
anti korupsi”, http;//www.suarakarya-online.com/, Di
akses 2 november 2015
[20] Mulyono, “pelajaran
anti korups”, http;//rangnusantarakata.blogpot.com/. di akses 2
november 2015
[21]Muhammad Mufid,
Pendidikan anti korupsi dalam perspektif Islam, skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalihaga Jogjakarta
[22] Hasan, “pendidikan anti korupsi”, http/
suaramerdeka.com/2012/03/09/ di akses 2 november 2015
[23] Muh. Mustakim,
Jurnal Mukaddimah, Vol 19. No. 1, 2013, hlm 11.
[24] H.M Harahap, ayat-ayat Korupsi, h. 50.
[25] Taher, jihad NU, h.50
[26] Taher, jihad NU, h.
55.
[27] Wahbah Zuhaily, Tafsir al-Munir, jilid 4, hlm 146, dan al
wahidy, asbabun nuzul, h. 72-73.
[28] Taher, jihad NU, h 147.
[29] Aba Zahrah, Zahrat al-Tafasir, jilid 3, h. 1486.
[30] Ahmad Warson al-Munawwir, Al- Munawwir, (Surabaya: Pustaka
Progressif), 1997, h. 614.
[31] Al-Zamakhsary, Tafsir al-Kasysyaf, juz III, (Beirut:Dar
al-Ilmiyaj, 1968), h. 57.
[32] Al-Qurtuby, al-jami’ li ahkam al-qur’an-Tafsir al-Qurtuby,
(Mesir, Dar al-Kutub al-Misriyah, 1964), jilid 6, h. 183.
[33] Ahmad Warson Munawwir, Al- munawwir, h. 628.
[34] Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir al-Ahkam (Jakarta:
Kencana, 2006), h. 628.
[35] Moh. Mustakim, Wawasan al-Qur’an tentang pendidikan korupsi,
Jurnal Mukaddimah, Vol 19, No.1, 2013, hlm. 17.
[1] Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, Nasrullah, Studi al-Quran dan Hadis, (Malang: UIN-Maliki press, 2014), h. 237.
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/”jujur”
[3] Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, Nasrullah, Studi al-Quran dan Hadis, (Malang: UIN-Maliki press, 2014), h. 238.
[4] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/”adil”
[5] Suyono, pencuri kayu, NEWS,
(http://m.okezone.com/read/2015/03/12/340/1117810/nenek-pencuri-7-batang-kayu-kembali-histeris-di-persidangan)
[6] Wildan taufik, “adil”, http://id.wikipedia.org/wiki/Adil#cite_note-1, diakses tanggal 20 november
2015.
[7] Ibnu Qayyim. Risalah
Tabukiyah , (Tahqiq Abu Abdirrahman Aqil bin Muhammad bin
Zaid Al-Muqthiri Al-Yamani, cet. Ke-1).
Yaman: Maktabah Dar Al-Quds. h. 63.
[8] Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/”adil”
[9] Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/”jujur”
[10] Perpustakaan Nasional RI: Hukum, Keadilan dan HAM: Tafsir Quran
Tematik. Aku Bisa. Jakarta. 2012.
[11] Syarah Hadits Shahih Muslim bi syarhi al-imam Al-Nawawi,
Abi Zakariyah yahya. Riyadh. 2003.
[12] Al-Jumanatul ‘Ali, Al-Qur’an
dan terjemah, CV Penerbit J-Art: Bandung, 2005.
[13] Tarmizi Taher, Jihad Nu-Muhammadiyah melawan korupsi dalam
jihad melawan korupsi, (Jakarta: kompas, 2005) h. 107-108.
[14] Ahmad fauzan, “Peringkat korupsi”, http://www.republika.co.id, diakses pada tangal 02 November 2015
[15] Taher, Jihad NU, h. 108.
[16] Taher, jihad NU, h. 108-109.
[17] Amir Syamsudin, KPK, h. 14.
[18] Suradi, korupsi dalam sektor pemerintah dan swasta, h. 13.
[19] Budiono, “pendidikan
anti korupsi”, http;//www.suarakarya-online.com/, Di
akses 2 november 2015
[20] Mulyono, “pelajaran
anti korups”, http;//rangnusantarakata.blogpot.com/. di akses 2
november 2015
[21]Muhammad Mufid,
Pendidikan anti korupsi dalam perspektif Islam, skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalihaga Jogjakarta
[22] Hasan, “pendidikan anti korupsi”, http/
suaramerdeka.com/2012/03/09/ di akses 2 november 2015
[23] Muh. Mustakim,
Jurnal Mukaddimah, Vol 19. No. 1, 2013, hlm 11.
[24] H.M Harahap, ayat-ayat Korupsi, h. 50.
[25] Taher, jihad NU, h.50
[26] Taher, jihad NU, h.
55.
[27] Wahbah Zuhaily, Tafsir al-Munir, jilid 4, hlm 146, dan al
wahidy, asbabun nuzul, h. 72-73.
[28] Taher, jihad NU, h 147.
[29] Aba Zahrah, Zahrat al-Tafasir, jilid 3, h. 1486.
[30] Ahmad Warson al-Munawwir, Al- Munawwir, (Surabaya: Pustaka
Progressif), 1997, h. 614.
[31] Al-Zamakhsary, Tafsir al-Kasysyaf, juz III, (Beirut:Dar
al-Ilmiyaj, 1968), h. 57.
[32] Al-Qurtuby, al-jami’ li ahkam al-qur’an-Tafsir al-Qurtuby,
(Mesir, Dar al-Kutub al-Misriyah, 1964), jilid 6, h. 183.
[33] Ahmad Warson Munawwir, Al- munawwir, h. 628.
[34] Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir al-Ahkam (Jakarta:
Kencana, 2006), h. 628.
[35] Moh. Mustakim, Wawasan al-Qur’an tentang pendidikan korupsi,
Jurnal Mukaddimah, Vol 19, No.1, 2013, hlm. 17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar