Rabu, 13 Januari 2016

keadilan dan kejujuran perspektif Al-Qur'an dan Al-Hadis

Oleh: Misbakhul Ilham
BAB I
PENDAHULUAN

Pada bagian ini dijabarkan secara spesifik mengenai (1) latar belakang pemilihan judul dan (2) fokus pembahasan. Kedua hal tersebut dijabarkan melalui sub-subbab berikut ini.
1.1 latar Belakang
Kehidupan manusia tidak dapat terhindar dari mengekspresikan dirinya dengan akhlak dan tingkah laku kepada orang lain kepada orang lain di masyarakat. Untuk menjadi seseorang yang ideal di masyarakat, kta diharuskan untuk memiliki budi pekerti ang mulia, salah satunya adalah bersifat jujur dan adil kepada siapapun atau apapun yang kita hadapi di lingkungan kita.[1]
Kejujuran merupakan kata berimbuhan yang berasal dari kata jujur, dalam kamus besar bahasa Indonesia dikatakan bahwa, jujur berarti sikap yang lurus hati; tidak berbohong; tidak curang dalam sebuah permainan. Sedangkan kejujuran sendiri diartikan sebagai sebuah ketulusan hati dari seseorang untuk bersikap atau berkata apa adanya.[2]
Sedangkan adil adalah kata serapan dari bahasa arab al-adl, yaitu sesuatu yang sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak dalam memberikan keputusan; dan juga dapat diartikan sebagai kondisi yang berpegang pada kebenaran.[3] Sedangkan keadilan menurut kamus besar bahasa Indonesia dikatakan sebagai sifat, perbuatan maupun tingkah laku yang mencermikan adli tersebut.[4]
Kejujuran dan keadilan di Indonesia ini adalah salah satu peran penting bagi masyarakat Indonesia terutama bagi hakim, atau orang yang menegakan hukum. Tapi alangkah banyaknya masalah-masalah  keadilan dan kejujuran yang ditunjukan oleh seorang hakim atau penegak hukum lainya, seperti kasusnya nenek Asiani yang resmi di tahan pada 15 desember 2014 atas tuduhan pencurian 7 kayu jati milik perhutani KPH bondowoso di Desa jatibanteng, Kecamatan jatibanteng Situbondo pada Juli 2014.[5] Termasuk juga budaya-budaya korupsi yang sudah sangat memarak kasus-kasusnya.
Korupsi telah menjadi budaya, korupsi telah meracuni seluruh instansi baik negeri maupun swasta, korupsi telah menjadi lazim ketika setiap hari selalu di pertontonkan berita di televisi, orang sudah tidak kaget apabila pemimpin-pemimpin negeri melakukan korupsi. Korupsi telah mengendemik dan mensistemik. Dimanakah letak keberagamaan kita? Apakah ibadah hanya sebatas ritual saja sehingga tidak merasuk dalam laku?
Problematika di atas apabila disandingkan dengan pokok permasalahan yaitu tidak adanya kejujuran dan keadilan. Kejujuran dan keadilan banyak tersebut dalam kitab suci al-Qur’an namun belum mampu dipahami dan dilaksanakan oleh umatnya. Lihat saja salah satunya dalam (Q.S. Al-Hadid:25) “Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersamamu mereka al-Kitab dan neraca keadilan supaya manusia dapat melaksankan keadilan.” Demikian juga dalam (Q.S. al-Ahzab : 23) “ Diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah.” Setidaknya dua ayat ini bisa menjadi dasar bahwa kehidupan kita sebagai seorang muslim harus melaksanakan ajaran-ajaran yang ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Namun apabila di runtut penyebab utamanya adalah pendidikan, pendidikan yang di awali dari lingkungan keluarga, kemudian sekolah, dan masyarakat harus bersama-sama secara kolektif melakukan pembudayaan perilaku kejujuran dan keadilan, dalam kata lainnya pendidikan anti korupsi. Hal itu wajib di laksanakan jangan sampai problem yang sudah endemik ini dibiarkan begitu saja bahkan masuk kedalamnya. Perlu adanya gerakan nasional yang di awali dari pendidikan.
            Oleh karena itu keadilan dan kejujuran harus diajarkan, dikenalkan dan diterapkan  sejak usia dini, karena dengan adanya pendidikan dan penerapan kejujuran serta keadilan diusia dini, sifat itu akan terus melekat pada diri seorang anak sampai ia  dewasa. Sehingga dalam makalah ini penulis akan membahas tentang Pendidikan Anti Korupsi  Perspektif  Keadilan dan Kejujuran Dalam Al-Qur’an dan Hadis
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan pada subbab sebelumnya, berikut ini dipaparkan secara rinci beberapa hal yang menjadi rumusan masalah dalam makalah.
1.      Apa pengertian jujur dan adil beserta dalil dan hadisnya?
2.      Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?
3.      Bagaimana perspektif al-Qur’an dan Hadis dalam menangani korupsi?



1.3 Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan pada subbab sebelumnya, berikut ini dipaparkan secara rinci beberapa hal yang menjadi  tujuan penulisan makalah.
1.      Agar kita mengetahui makna dari keadilan dan kejujuran dalam al-Quran dan al-Hadis.
2.      Agar kita bisa mengetahui bagaimana sebab akibat fenomena korupsi di indonesia.
3.      Agar kita mengetahui bagaimana cara menegakan konsep kejujuran dan keadilan dalam hal memberantas korupsi.
  

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Adil


            Berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku. Dalam Al Quran, kata ‘adl disebut juga dengan qisth (QS Al Hujurat:9).[6]
   Dengan demikian, orang yang adil selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, bangsa maupun agama. Keberpihakan karena faktor-faktor terakhir—bukan berdasarkan pada kebenaran– dalam Al Quran disebut sebagai keberpihakan yang mengikuti hawa nafsu dan itu dilarang keras (QS An Nisa’ 4:135). Dengan sangat jelas Allah menegaskan bahwa kebencian terhadap suatu golongan, atau individu, janganlah menjadi pendorong untuk bertindak tidak adil (QS Al Maidah:8).
Sebagian ulama berpendapat bahwa: “Orang yang adil itu ialah orang yang jika marah, kemarahannya itu tidak menjerumuskannya kepada kebatilan. Dan apabila ia senang, kesenangannya itu tidak mengeluarkannya dari kebenaran.[7] Sedangkan adil adalah kata serapan dari bahasa arab al-adl, yaitu sesuatu yang sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak dalam memberikan keputusan; dan juga dapat diartikan sebagai kondisi yang berpegang pada kebenaran. Sedangkan keadilan menurut kamus besar bahasa Indonesia dikatakan sebagai sifat, perbuatan maupun tingkah laku yang mencermikan adil tersebut.[8]

2.2 Pengertian jujur

            Kejujuran merupakan kata berimbuhan yang berasal dari kata jujur, dalam kamus besar bahasa Indonesia dikatakan bahwa, jujur berarti sikap yang lurus hati; tidak berbohong; tidak curang dalam sebuah permainan. Sedangkan kejujuran sendiri diartikan sebagai sebuah ketulusan hati dari seseorang untuk bersikap atau berkata apa adanya.[9]
Anjuran untuk berlaku  jujur cukup banyak disebutkan dalam al-Quran. Diantaranya pada surat at-Taubah ayat 119 yang menganjurkan kita untuk berlaku jujur dengan perkataan dan perbuatan. Tidak semua orang sanggup untuk berlaku jujur dalam setiap tingkah laku mereka, hanya mereka yang telah terbiasa dengan kejujuran dan bersama orang-orang yang jujurlah yang sanggup untuk istiqomah dalam kejujuran. Hal itu merupakan sebuah kebaikan bagi setiap orang yang melakukannya, sebagaimana dinyatakan dalam Q.S Muhammad ayat 21.
Sikap jujur, dapat dikatakan sebagai fadhilah yang menentukan status dan kemajuan perseorangan maupun masyarakat. Menegakkan prinsip kejujuran adalah salah satu kemaslahatan dalam hubungan antara manusia secara individu maupun kelompok. Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang. Bila seseorang berhadapan dengan suatu atau fenomena maka seseorang itu akan memperoleh  gambaran tentang  sesuatu  atau fenomena tersebut. Bila seseorang  itu  menceritakan informasi tentang  gambaran  tersebut kepada orang lain tanpa ada “perobahan” (sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur.
Sesuatu atau fenomena yang dihadapi  tentu  saja apa yang ada pada diri sendiri atau di luar diri sendri. Misalnya keadaan atau kondisi tubuh, pekerjaan yang telah atau sedang  serta  yang akan dilakukan. Sesuatu yang teramati juga dapat   mengenai benda, sifat dari benda tersebut atau bentuk  maupun model. Fenomena yang teramati boleh saja yang berupa suatu peristiwa, tata hubungan sesuatu dengan lainnya. Secara sederhana dapat dikatakan apa saja yang ada dan apa saja yang terjadi.
Perlu juga diketahui bahwa ada juga seseorang memberikan berita atau informasi sebelum terjadinya peristiwa atau fenomena. Misalnya sesorang mengatakan dia akan hadir dalam pertemuan  di sebuah gedung bulan depan. Kalau memang dia hadir pada waktu dan tempat yang telah di sampaikannya itu maka seseorang itu bersikap jujur. Dengan kata lain jujur juga berkaitan dengan janji. Disini   jujur  berarti mencocokan atau menyesuaikan ungkapan (informasi) yang disampaikan dengan realisasi (fenomena). http
Mungkin kita pernah melihat atau memperhatikan  Tukang  bekerja. Dia bekerja berdasarkan sebuah pedoman kerja. Dalam pedoman kerja (tertulis atau tidak) ada ketentuan sebuah perbandingan yakni  3 : 5. Tapi dalam pelaksanaan kerja Tukang tersebut tidak mengikuti angka perbandingan itu, dia  membuat perbandingan yang lain yakni 3 : 6,  Peristiwa ini jelas memperlihatkan si  Tukang  tidak mengikuti ketentuan yang ada dalam pedoman kerja. Dengan demikian berarti si Tukang tidak bersikap  jujur. Dalam kasus ini sang Tukang tidak berusaha menyesuaikan  informasi yang ada dengan fenomena (tindakan yang  dilaksanakan ).
Kejujuran juga bersangkutan dengan  pengakuan. Dalam hal ini kita ambil contoh , orang Eropa membuat pernyataan atau menyampaikan informasi, bahwa orang pertama sekali yang sampai ke Benua Amerika adalah  Cristofer Colombus…Padahal menurut sejarah yang berkembang, sebelum Colombus mendarat di Benua Amerika telah sampai kesana armada Laksmana Cheng ho. Artinya apa,  tidak ada pengakuan. Dalam hal ini kita juga melihat persoalan kesesuaian antara fenomena (realitas) dengan informasi yang disampaikan.
Jadi dari uraian di atas dapat diambil semacam rumusan, bahwa   apa yang disebut dengan jujur adalah sebuah sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokan  antara  Informasi dengan fenomena. Dalam agama Islam sikap seperti  inilah yang dinamakan  shiddiq. Makanya jujur itu ber-nilai tak terhingga .
2.3 Keadilan dan Kejujuran dalam al-Quran
1. Keadilan
Sebagaiman dijelaskan dalam Q.S an-Nahl:90.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُون َ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah  melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (16: 90)
Imam al-Razi dalam tafsirnya Mafatih al-Ghaib, berkenaan dengan ayat tersebut, beliau mengatakan bahwa salah satu hal yang sederhana yang telah diwajibkan kepada seluruh hambanya adalah menunaikan amanah, tetapi para mufassir menurut al-Razi menafsirkan ayat tersebut dengan perintah untuk bersaksi dengan benar meskipun kesaksiannya untuk saudara kerabatnya.
            Dengan berbagai konteks keadilan yang disampaikan dalam al-Qurán, keadilan dapat kita simpulkan sebagai syarat bagi terciptanya kesempurnaan pribadi, standard kesejahteraan masyarakat, dan hal yang dapat mendekatkan kita kepada kebahagiaan ukhrawi.[10]
2. Kejujuran
يـاَيـُّهَا الَّذِيـْنَ امَنُوا اتَّـقُوا اللهَ وَ قُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيـْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَ يَغْفِرْلَكُمْ ذُنـُوْبَكُمْ، وَ مَنْ يُّـطِعِ اللهَ وَ رَسُوْلَه فَـقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. الاحزاب : 70-71
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. [Al-Ahzab : 70 – 71]
            anjuran dan perintah dari Allah bahwa hendaknya kaum muslimin senantiasa mengatakan sesuatu secara jujur. kewajiban mengatakan kebenaran walau terasa pahit dan hanya berkata tentang suatu kebenaran. tidak plinplan dan tidak mengatakan sesuatu yang tidak berdasa apalagi berbohong, itu merupakan perbuatan yang mungkar. jika dua hal yang tersebut benar-benar dilaksanakan dengan hanya mengharap ridla Allah, niscaya Allah akan melimpahkan kebaikan terhadap apa yang sudah kita amalkan dan insyaAllah menyempurnakan amalan perbuatan kita. Jika amalan-amalan baik kita diterima Allah tentunya amalan-amalan baik itu akan menghapus dosa-dosa kita dan akan menambah timbangan berat kita di akhirat.
2.4 Keadilan dan Kejujuran dalam Hadis
1. Keadilan
1.      عن عبدالله بن عمرو بن العاص رضي الله تعالى عنهما قال: قال رسول الله صل الله عليه و سلّم : (( انّ المقسطين عند الله على منابر من نور, عن يمين الرحمن عزّوجلّ وكلتا يديه يمين, الذين يعدلون في حكمهم واهليهم وما ولوا )). (اخرجه مسلم).
Artinya: Dari Abdullah ibni amr ibnil ash رضي الله عنهما , telah bersabda Rosulullah صلى الله عليه و سلم  “Sesungguhnya orang yang adil berada dekat dengan ALLAH عزّوجلّ diatas mimbar dari cahaya, disebelah kanan ALLAH عزّوجلّ, dan tangan kedua-NYA adalah kanan, yaitu mereka yang adil didalam hukum mereka dan kepada keluarga mereka dan segala yang diamanahkan kepada mereka.” (HR.Muslim).[11]

Faedah Hadits :
1.      Sesungguhnya keadilan didalamnya terdapat ketinggian derajat didunia dengan keridhoan ALLAH عزّوجلّ, , dan ketinggian diakhirat dengan berada diatas mimbar.
2.      Sesungguhnya keadilan adalah cahaya didunia, dan penyejuk mata bagi penguasa dan rakyat, dan balasan atas yang demikian itu dengan cahaya diakhirat, sebagaimana kezholiman adalah kegelapan yang sangat didunia dan kegelapan pada hari kiamat.
3.      Didalamnya terdapat penetapan tangan bagi ALLAH عزّوجلّ, , dan sesungguhnya tangan keduaNYA adalah kanan.
4.      Didalamnya terdapat luasnya pujian atas keadilan, baik berupa perkataan ataupun perbuatan atau selain dari itu.
5.      Didalamnya terdapat perintah untuk berbuat adil kepada siapa saja, maka jika keadilan itu wajib untuk keluarganya padahal sesungguhnya seseorang memiliki kemurahan terhadap keluarganya maka lebih utama lagi jika keadilan itu terhadap selainnya dari kaum muslimin, bahkan terhadap orang kafir. Rasulullah صلى الله عليه و سلم telah bersabda :”Takutlah kalian terhadap doanya orang yang terdzolimi, karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara doa tersebut dengan ALLAH عزّوجلّ,”. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya keadilan wajib terhadap setiap orang.
6.      Didalamnya terdapat faedah keterkaitan antara keadilan dengan amanah, karena sesungguhnya orang yang diberi amanah tidak bisa menunaikan amanah yang diserahkan kepadanya kecuali dengan keadilan.
7.      Didalamnya terdapat penegasan terhadap apa yang datang dari Alquran yaitu pegawai yang baik adalah yang kuat lagi amanah. Sabda Rosulullah                       صلى الله عليه و سلم : (( اتقوا دعوة المظلوم فانه ليس دونها جخاب ))
”Sesungguhnya sebaik-baik orang yang engkau pekerjakan adalah yang kuat lagi amanah”. Maka sesungguhnya keadilan tidak akan ada kecuali bersama orang yang memiliki kekuatan yang dapat mengusir kelemahan dari dirinya dan amanah itu dapat mengusir darinya sifat khianat.
8.      Didalamnya terdapat peringatan dari mempekerjakan orang yang menyadari bahwa dirinya tidak bisa menjalankan tuntutan amanah atas dirinya.
9.      Didalamnya terdapat peringatan dari orang yang mempekerjakan pegawai yang memiliki kelemahan dan tidak memiliki sifat amanah.
Didalamnya terdapat peringatan sesungguhnya wajib atas setiap da’i untuk menetapi keadilan dengan ucapan mereka, dan perbuatan mereka, dan pena meraka didalam seluruh urusan mereka, Dan bahwasanya perkara tersebut merupakan sebab diraihnya taufik dari ALLAH عزّوجلّ , sehingga hati mereka bercahaya demikian juga pakaian perang mereka. Sehingga kedudukan mereka akan terangkat didunia dan akhirat, Dan jika mereka melakukan selain dari keadilan itu maka balasannya akan berbeda, dan tidaklah pelaku kejahatan itu berbuat kejahatan kecuali kepada diri mereka sendiri (“Dan tidaklah Allah mendzholimi seorangpun”). Dinukil dan diterjemahkan dari Kitab Arba'in Haditsan fiy Tarbiyyati wal Manhaji dita'lif oleh Fadhilatu As-syaikh Abdul Aziz bin Muhammad As-sadhan حفظه الله.
2.      Kejujuran
لرَّابِعُ : عَنْ أبي ثَابِتٍ ، وقِيلَ : أبي سعيدٍ ، وقِيلَ : أبي الْولِيدِ ، سَهْلِ بْنِ حُنيْفٍ ، وَهُوَ بدرِيٌّ ، رضي اللَّه عنه ، أَن النبيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « مَنْ سَأَلَ اللَّهَ ، تعالَى الشِّهَادَة بِصِدْقٍ بَلَّغهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهدَاء ، وإِنْ مَاتَ عَلَى فِراشِهِ » رواه مسلم

Keempat: Dari Abu Tsabit, dalam suatu riwayat lain disebut-kan Abu Said dan dalam riwayat lain pula disebutkan Abulwalid, yaitu Sahl bin Hunaif رضي الله عنه, dan dia pernah ikut peperangan Badar, bahwasanya Nabi SAW. bersabda:“Barangsiapa yang dengan jujur memohonkan kepada Allah Ta’ala supaya dimatikan syahid , maka Allah akan menempatkan orang itu ke derajat orang-orang yang mati syahid, sekalipun ia mati di atas tempat tidurnya.” (Riwayat Muslim)عن أبي خالدٍ حكيمِ بنِ حزَامٍ . رضِيَ اللَّهُ عنه ، قال : قال رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : الْبيِّعَان بالخِيارِ ما لم يَتفرَّقا ، فإِن صدقَا وبيَّنا بوُرِك لهُما في بَيعْهِما ، وإِن كَتَما وكذَبَا مُحِقَتْ بركةُ بيْعِهِما » متفقٌ عليهDari Abu Khalid yaitu Hakim bin Hizam رضي الله عنه, ia masuk Islam pada waktu pembebasan Makkah, sedang ayahnya adalah termasuk golongan tokoh Quraisy, baik di masa Jahiliyah ataupun di masa Islam, katanya: “Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
a. Kondisi orang tersebut pada saat itu.
b. Luas dan sempitnya pengetahuan yang dimiliki.
c. Latar belakan cinta dan benci.
d. Terdorong oleh kepentingan sendiri atau golongan.


“Dua orang yang berjual-beli itu berhak memilih sebelum berpisah. Apabila keduanya itu bersikap jujur dan menerangkan cacat-cacatnya, maka diberi berkah jual-beli keduanya, tetapi jikalau keduanya itu menyembunyikan cacat-cacatnya dan sama-sama berdusta, maka  jual-beli itu tidak membawa berkah” (Muttafaq ‘alaih)    

2.5 Fenomena Korupsi di Indonesia
Korupsi telah menjadi budaya, korupsi telah meracuni seluruh instansi baik negeri maupun swasta, korupsi telah menjadi lazim ketika setiap hari selalu di pertontonkan berita di televisi, orang sudah tidak kaget apabila pemimpin-pemimpin negeri melakukan korupsi. Korupsi telah mengendemik dan mensistemik. Dimanakah letak keberagamaan kita? Apakah ibadah hanya sebatas ritual saja sehingga tidak merasuk dalam laku?
Problematika di atas apabila disandingkan dengan pokok permasalahan yaitu tidak adanya kejujuran dan keadilan. Kejujuran dan keadilan banyak tersebut dalam kitab suci al-Qur’an namun belum mampu dipahami dan dilaksanakan oleh umatnya. Lihat saja salah satunya dalam (Q.S. Al-Hadid:25) “Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersamamu mereka al-Kitab dan neraca keadilan supaya manusia dapat melaksankan keadilan.” Demikian juga dalam (Q.S. al-Ahzab : 23) “ Diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah.[12] Setidaknya dua ayat ini bisa menjadi dasar bahwa kehidupan kita sebagai seorang muslim harus melaksanakan ajaran-ajaran yang ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Namun apabila di runtut penyebab utamanya adalah pendidikan, pendidikan yang di awali dari lingkungan keluarga, kemudian sekolah, dan masyarakat harus bersama-sama secara kolektif melakukan pembudayaan perilaku kejujuran dan keadilan, dalam kata lainnya pendidikan anti korupsi. Hal itu wajib di laksanakan jangan sampai problem yang sudah endemik ini dibiarkan begitu saja bahkan masuk kedalamnya. Perlu adanya gerakan nasional yang di awali dari pendidikan.
Dalam sebuah hasil penelitian mautakhir dari transparency International, Indonesia menempati peringkat 12 dari 133 negara yang di survei.[13] Menurut penelitian terbaru masih dalam institusi yang sama bahwa menempatkan Indonesia dalam rangking ke 114 negara terkorup di dunia.[14] Tidak heran jika selama lebih dari  68 tahun kemerdekaan, bangsa Indonesia tidak beranjak dari problem kemiskinan dan kesengsaraan yang diderita rakyat kecil, bahkan justru semakin tambah menderita. Menurut Frans Magnis-Suseno, korupsi merupakan bentuk pengkhianatan paling kejam dan tercela terhadap bangsa. Sebeb korupsi merupakan pengkhiantan terhadap kejujuran yang merupakan dasar semua orang untuk hidup bersama yang lainnya.
Terlebih lagi korupsi sudah menjadi epidemi penyakit karatan yang menghinggapi negara ini. Pungutan-pungutan liar diharuskan aparat negara ketika masyarakat mengurusi soal adminduk (KTP/KK), Izin usaha/ pertanahan, jembatan timbang pada angkutan barang, dalam dunia pendidikan, dan lain-lain. Praktek-praktek ini nampaknya sudah lazim hingga membudaya.
Apabila kita runut ke belakang, fenomena mengguritanya korupsi di Indonesia bermula dari perilaku bangsa kolonial yang amat lama menjajah kita. Pada masa kolonialisme, para penjajah dengan politik devide at impera-nya (adu domba) melakukan pembusukan terhadap moral bangsa dengan menjalankan perselingkuhan politik dan wanita bersama penguasa daerah dan kerajaan, dengan wadah VOC mereka tidak segan-segan untuk mendukung sekelompok orang yang ingin mendongkel sebuah kekuasaan resmi, asal mendapatkan keuntungan politik dan materi.[15] Hancur leburnya tatanan bangsa yang telah di bangun oleh para leluhur kita akibat hegemoni kolonialisme yang sudah berubah menjadi paradigma masyarakat indonesia, sehingga yang benar di katakan salah yang salah dikatakan benar. Kejujuran dan keadilan di anggap tabu, kebohongan dan kemunafikan di anggap lumrah.  
Perkembangan bangsa ini secara de facto dan de jure telah di percaya atas kemerdekaannya menjadi negara kesatuan republik Indonesia, namun hegemoni kolonial masih saja hinggap bahkan merasuk ke dalam relung kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini berakibat membudayanya korupsi pada birokrasi pemerintahan kita semenjak orde lama, orde baru hingga reformasi bahkan yang tersebut terkahir sudah masuk semua ke semua lini baik eksekutif, legislatif, dan daerah. Otonomi daerah yang seharusnya bertujuan adanya pemerataan yang terjadi malah bancakan (bagi-bagi bahasa jawa) bagi pejabat daerah.
Sudah banyak langkah praktis dan teoritis dilakukan pemerintah untuk memberantas korupsi. Di era Soekarno, telah dua kali dilakukan usaha pemberantasan korupsi, antara lain perangkat undang-undang keadaan bahaya, panitia retooling aparatur negara yang bertugas melakukan pendataan kekayaan pejabat negara, “Operasi Budhi” yang bertugas meneliti pada lembaga-lembaga negara yang  rawan melakukan praktek korupsi. Pada masa orde baru dibentuk tim pemberantasan korupsi (TPK) diketuai jaksa agung. Pada masa reformasi pemerintah mengeluarkan UU nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Berlanjut dengan pembuatan KPKPN dan Ombudsman.[16] Hingga putusan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK oleh Mahkamah Konstitusi[17]. Namun nampaknya walaupun pemberantasan selalu dilakukan bahkan semakin ketat akan tetapi prakteknya semakin merajalela pula bak lingkaran setan.
Bisa kita lihat di Tahun 2013-2014 banyak rentetan kasus-kasus korupsi yang menghebohkan di mulai dari Anas Urbaningrum dalam kasus wisma atlet yang konon kecipratan 2,21 M yang di gunakan untuk pencalonannya sebagai ketua Partai Demokrat, Luthfi Hasan Ishaq sebagai ketua partai dengan jargon paling bersih itu sangat menghentakkan masyarakat Indonesia karena terjerat kasus Korupsi impor sapi, selain itu juga terjerat hubungan perselingkuhan dengan banyak wanita. Yang paling megherankan lagi adalah kasus Akil Mochtar sebagai penegak keadilan tertinggi negeri ini yaitu ketua Mahkamah Konstitusi yang di suap oleh banyak kepala daerah dalam PILKADA, baik di lebak Banten, Jatim, dan banyak lagi yang lainnya. Masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan hukum di negeri ini. Kasus tubagus Chairi Wardana dan dinasti Atut Chisiyah yang begitu mudahnya memainkan perpolitikan kekuasaan menyeluruh di prvinsi banten, dengan melakukan suap terhadap MK. Yang terakhir yang paling menghebohkan lagi kasus Korupsi Hadi Purnomo mantan Ketua BPK yang sebelumnya menjabat sebagai dirjen pajak itu merugikan negara sebesar 375 M dalam kasus pajak bank BCA. 
Selain tersebut di atas masih sangat banyak kasus korupsi di negeri ini, dan harus bagaimanakah merubahnya akan di mulai dari apa?

1.   Sebab-akibat Korupsi
Setidaknya ada tiga unsur terpenting seseorang melakukan korupsi, yaitu adanya tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi. Unsur pertama adalah unsur tekanan. Pada suatu keadaan tertentu seseorang merasa mendapat tekanan dari orang lain ataupun keadaan, dia berupaya bagaimana bisa mempertahankan eksistensi dirinya, sehingga mendorong dirinya melakukan korupsi. Misalnya, bentuk tekanan tersebut berkaitan dengan keuangan, baik itu keserakahan untuk menguasai ataupun adanya himpitan hutang, ataupun masih mengalami kerugian. Bentuk tekanan lainnya berhubungan dengan pekerjaan dan eksternal atau tekanan dari yang lain, misalnya kurang di hargainya kinerja yang telah di capai, kebutuhan yang besar untuk memenuhi dan membahagiakan keluarga atau orang yang dicintainya di luar batas kemampuannya.
Unsur kedua kesempatan, dapat didefinisikan sebagai kewenangan mengendalikan atas suatu aset atau melakukan akses terhadap aset. Suradi menyebutkan, ada lima faktor yang menyebabkan kesempatan individu untuk melakukan kecurangan, 1) kurangnya pengendali pencegahan/ deteksi korupsi. 2) ketidakmampuan menilai kualitas kinerja. 3) terbatasnya akses keterbukaan informasi informasi publik. 4) ketidaktahuan, apatis dan ketidakmampuan. 5) tidak hanya jejak audio.[18] Sementara unsur ketiga rasionalisasi, adalah upaya pembenaran melakukan sesuatu untuk memuaskan diri maupun golongan walaupun tidak dapat dipertanggungjawabkan dari sisi norma, moral, dan etika.
Penjelasan berbeda di sampaikan hakim muda Harahap. Dia berpendapat bahwa ada dua faktor yang menyebabkan seseorang melakukan korupsi; faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan sesuatu yang disebut ciri kepribadian, faktor eksternal berupa kebudayaan, kekuasaan, ekonomi, dan kelemahan hokum,
Pada intinya bahwa penyebab utama korupsi adalah sangat terkait dengan lemahnya karakter dan iman, apabila seseorang memilki karakter yang kuat hidup berprinsip dan kokoh atas prinsip-prinsip sebagai kekuatan karakter tersebut, maka jelas tidak akan tergiur dengan korupsi. Kekuatan karakter tersebut ada pada kekuatan iman seseorang. Kekuatan iman akan mendorong seseorang mampu menghadapi godaan nafsu setan, menahan diri dari berbuat maksiat dan perbuatan sia-sia, serta mampu menahan diri dari hal yang merugikan orang lain seperti tindakan korupsi. Kekuatan iman mampu mendorong seseorang mampu membaca situasi dan kondisi dengan benar. Namun kekuatan iman tersebut tidak mudah untuk di tancapkan dalam hati harus adanya pembiasaan-pembiasaan kegiatan yang mendorongnya yaitu membaca qur’an dengan artinya serta mampu mempraktekkannya dan majelis ilmu dengan banyak diskusi, refleksi, serta aksi nyata dalam kehidupan. Bahasa lainnya adalah mampu menjaga dzikir, fikir, dan amal sholeh.
2.6    Rekonstruksi pendidikan Indonesia, Pendidikan anti-korupsi perspektif al-Qur’an.
Pendidikan anti korupsi di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2005, sebagaiamna disampaikan pada konferensi “pengembangan kebijakan pendidikan Anti korupsi bagi UIN/IAIN se-Indonesia di kantor kementrian Agama, Jakarta tahun 2006, kurikulum pendidikan anti korupsi sudah mulai di uji coba di sejumlah kampus, antara lain di Medan, Malang, Banjarmasin dan Riau[19]. Sementara itu pada tingkat pendidikan sekolah. Pendidikan anti korupsi diujicobakan oleh Basuki seorang Guru sekaligus Kepala SMP Keluarga Kudus Jawa Tengah, pada tahun 2005. Bentuknya ialah melalui pelajaran biasa dan dilakukan pada jam-jam pelajaran. Pada tahun-tahun berikutnya perubahan dilakukan dalam praktek pendidikan Anti Korupsi, yaitu dengan menerapkannya langsung pada praktek sehari-hari, seperti adanya warung kejujuran pada tahun 2006, lalu telepon kejujuran pada 2007[20]. Kajian anti korupsi kemudian menjadi isu baru dalam dunia Pendidikan, salah satunya adalah studi Muhammad Mufid mengenai pendidikan Islam kontra korupsi[21]. Hal ini kemudian dilanjutkan oleh Kemendikbud kerjasama dengan KPK melalui peluncuran pendidikan anti korupsi pada tahun ajaran 2012.
Pengertian pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nlai-nilai dan praksis korupsi.[22] Dalam prakteknya bukan hanya media transfer pengetahuan saja (kognitif), akan tetapi juga menekankan pembentukan karakter (afektif), dan sekaligus kesadaran moral dalam melakukan aksi perlawanan (psikomotorik) terhadap perilaku korupsi. Pengertian tersebut cukup mewakili Pendidikan Anti Korupsi sebagai mata pelajaran/ mata kuliah. Akan tetapi pendidikan korupsi tidak akan berjalan efektif apabila hanya di kelas saja, seharusnya dirumuskan dalam berbagai kegiatan dan aktivitas pendukungnya. Seperti warung kejujuran, kegaiatan kepemimpinan (leadership), pembiasaan kegiatan pembentukan karakter anti korupsi yang terprogram dan terencana serta kegiatan mutaba’ah yaumiyyah (evaluasi setiap kegiatan sehari-hari) sebagai upaya melatih kejujuran menilai diri dan mengkontrol aktifitas sehari-hari, dan lain sebagainya. Sehingga pendidikan anti korupsi dalam perspektif al-Qur’an yaitu usaha yang dilandasi penuh kesadaran untuk mengantarkan manusia memiliki karakter anti korupsi dengan kekuatan imannya menjauhi, mencegah, berjuang, dan berdakwah untuk meninggalkan maupun menerangi korupsi sebagai perwujudan hamba Allah (‘abid) dan pemimpin dunia (khalifah fil ardh).[23]

2.7 Korupsi Dalam al-Qur’an
Ketika menelaah pengertian korupsi sebagaiamana tersebutkan di atas, semuanya menunjukkan korupsi adalah sesuatu yang buruk, rusak, dan merugikan.ti- dak satupun yang menunjukkan kebaikan ataupun kebajikan.
Al-qur’an merupakan rujukan utama umat muslim dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Pembahasan dan Kandungan maupun filosofinya sangat luas yang tak pernah habis di kaji oleh peneliti sepanjang masa. Di bawah ini adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan pendidikan anti korupsi. Ada enam istilah dalam al-Qur’an yang memperlihatkan kesesuaian arti dengan korupsi. Enam tersebut memilki arti khusus, yaitu gulul, al-suht, harb, al-sariqah, al-dalwu dan gasab.[24] dari enam istilah tersebut hanya tiga yang akan di jelaskan sebagai berikut :
1.       Gulul
Term Gulul berarti pengkhianatan yaitu mengambil sesuatu dan menyembunyikan dalam hartanya. Dalam perubahan tasrif-nya dalam al-Qur’an terulang 18 kali dalam 14 surat.[25] Allah berfirman dalam surat Ali-Imran (3) : 161-164
161. tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.
162. Apakah orang yang mengikuti keridhaan Allah sama dengan orang yang kembali membawa kemurkaan (yang besar) dari Allah dan tempatnya adalah Jahannam? dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali.
163. (Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan.
164. sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Ayat di atas turun ketika perang badar, berkenaan dengan hilangnya permadani merah, kemudian orang-orang munafik memeberitakan : “Rasulullah barangkali yang mengambilnya atau barangkali pasukan memanah.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut yang menyangkal tuduhan pengkhianatan Nabi dalam urusan harta rampasan perang (ganimah).[26] Menurut al-Zuhaily dalam tafsir al-Munir, ayat ini turun ketika pasukan mamanah meninggalkan markas, ketika ditugaskan oleh Rasulullah pada perang Uhud, meminta ganimah dan mereka khawatir tidak memperoleh bagian harta rampasan perang tersebut. Maka Rasulullah bersabda : bukankah aku telah membuat perjanjian kepadamu untuk tidak meninggalkan markas sehingga datang perintahku (untuk meninggalkannya)?   Mereka pun (pasukan perang) menjawab “kami menugaskan sebagian kami untuk tetap disana” Rasulullah kemudian bersabda “Bahkan kalian mengira kami akan mengorupsinya tanpa membaginya ?.[27]
Dalam ali Imran : 161-164, Allah kemudian menegaskan bahwa Rasulullah tidak akan pernah melakukan korupsi berupa gulul dengan mengambil ganimah yang bukan haknya. Allah juga menegaskan siksaan bagi orang yang melakukannya akan mendapatkan azab di hari kiamat dengan menjerat lehernya, bahkan Rasulullah pun tidak bisa menolongya di hari kiamat. Ancaman itu juga ditegaskan kembali dalam al-An’am : 31 yang menyebut “mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah amat buruklah apa yang mereka pikul itu.”[28]
Dalam al-Imran 164, Allah menegaskan perbedaan antara orang yang menaati Allah dan orang yang durhaka kepadaNya. Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa model pendidikan yang dilakukan Rasulullah, yaitu dengan membaca al-Qur’an (tilawah), pembersihan jiwa (tazkiyah), dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Karena itu ayat-ayat al-Qur’an di atas memberikan pelajaran penting yaitu :1) pentingnya mengetahui teori tentang korupsi, banyak membaca, dan mempelajari al-Qur’an, memahami korupsi, sebab, akibat maupun jenisnya. 2) menanamkan kejujuran, keadilan, dan tidak memanfaatkan kekuasaan untuk korupsi. 3) pembentukan karakter anti korupsi dan melakukan usaha-usaha agar tidak terjerumus dalam korupsi (tazkiyah). 4) keseimbangan antara balasan dan perbuatan merupakan aturan ilahi, serta 5) pendidikan dengan hikmah.[29]

2.      Al-Suht
Term al-Suht secara klasikal berasal dari kata “sabata’ yang memiliki makna memperoleh harta yang haram.[30] Allah Berfirman dalam Surat al-ma’idah 42:
“mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram (Seperti uang sogokan dan sebagainya). jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka Maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.”
Al-Zamakhsary dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud dengan al-suht adalah harta haram.[31] Ibn khazom Andad, seperti yang dikutip oleh al-Qurthubi, menjelaskan al-suht sama artinya dengan suap (risywah).[32]
3.      Al-sariqah
Kata saraqa secara etimologi bermakna “akhidzyu mali al-ghairi khifyatun” (mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi).[33] Sedangkan secara terminologi kata al-sariqah adalah mengambil harta orang lain yang bukan miliknya dengan jalan sembunyi-sembunyi tanpa kerelaan pemiliknya.[34] Allah berfirman dalam al-Quran al-maidah :38 ”laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ibn Katsir dalam tafsirnya menjelaskan sebuah riwayat yang bersumber dari Abdullah bin Amr yang menjelaskan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan seorang wanita yang mencuri. Maka datanglah orang yang merasa jadi korban kemudian bertanya pada Rasulullah. “wahai Nabi, wanita ini telah mencuri perhiasan kami.” Maka wanita itu berkata. “Kami akan menebus curiannya.” Nabi bersabda, “potonglah tangannya!” kaumnya berkata “ Kami akan menebusnya dengan lima ratus Dinar.” Maka Nabi SAW pun bersbda, “potonglah tangannya!”. Maka di potonglah tangan kanannya. Kemudian wanita itu bertanya, “Ya Rasul, apakah ada jalan untuk aku bertaobat?” jawab Rasul “ Engkau kini telah bersih dari dosamu, sebagaimana engkau lahir dari perut ibumu.” Kemudian turnlah ayat mengenai ketentuan memotong tangan bagi pelaku tindak pencurian “ laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya.” (Q.S. al-Ma’idah:38)
Ayat ini memberi gambaran secara jelas beberapa prinsip penting, yaitu 1) pentingnya penegakan hukum yang adil dan tegas. 2) membangun kekuatan iman (ghayatul imaniyah), sehingga tidak tergoda dengan limpahan harta untuk mengkhianati hukum tersebut. 3) menanamkan tanggung jawab atas apa yang  diperbuat, 4) Tazkiyatun nafs/pembersihan diri dengan berani mengakui kesalahan dan menerima hukuman. Ketika hukum dilaksanakan dan orang yang bersangkutan mau bertaubat, maka patut untuk di hargai, sebagaimana Rasulullah berkata kepada perempuan tersebut : “Engkau kini telah bersih dari dosamu sebagaimana engkau lahir dari perut ibumu.” 5) perlunya menyiapkan generasi berkarakeer kuat (perkasa) dan bijaksana dalam menghadapi segala persoalan. Karena itulah Allah menutup ayat yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap pencuri yang berusaha menyuap tersebut, dengan berfirman : “ Allah maha perkasa lagi maha bijaksana”.[35]














BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dalam bagian ini dipaparkan secara rinci mengenai simpulan dari pemaparan pada fokus pembahasan.
1. Adil berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku. Sedangkan  jujur dalam kamus besar bahasa Indonesia dikatakan bahwa, jujur berarti sikap yang lurus hati; tidak berbohong; tidak curang dalam sebuah permainan. Sedangkan kejujuran sendiri diartikan sebagai sebuah ketulusan hati dari seseorang untuk bersikap atau berkata apa adanya.
2.  Jadi Islam telah mengatur segala macam perbuatan serta terdapat pandangan tentang Kejujuran dan Keadilan didalam Al-Qur’an dan Hadits, seperti pada Q.S an-Nahl:90 dan ayat serta hadits lainnya yang dapat kita ambil ibrahnya serta menggali sumber hokum dalam Quran ataupun Hadits.
3. Korupsi yang telah menjadi budaya, korupsi yang telah meracuni seluruh instansi baik negeri maupun swasta, yang disebabkan dari perilaku bangsa kolonial yang amat lama menjajah kita. Pada masa kolonialisme, para penjajah dengan politik devide at impera-nya (adu domba) melakukan pembusukan terhadap moral bangsa dengan menjalankan perselingkuhan politik dan wanita bersama penguasa daerah dan kerajaan, dengan wadah VOC mereka tidak segan-segan untuk mendukung sekelompok orang yang ingin mendongkel sebuah kekuasaan resmi. Korupsi disebabkan karena adanya tekanan-tekanan dari orang lain ataupun keadaan, dia berupaya bagaimana bisa mempertahankan eksistensi dirinya, sehingga mendorong dirinya melakukan korupsi serta adanya kesempatan sebagai kewenangan mengendalikan atas suatu aset atau melakukan akses terhadap aset, dan rasionalisasi, adalah upaya pembenaran melakukan sesuatu untuk memuaskan diri maupun golongan walaupun tidak dapat dipertanggungjawabkan dari sisi norma, moral, dan etika. Tetapi  penyebab utama seseorang melakukan korupsi adalah  terkait dengan lemahnya karakter dan iman. Ini semua dapat diatasi dengan adanya Rekonstruksi pendidikan Indonesia,, Pendidikan anti-korupsi perspektif al-Qur’an yang bentuknya ialah melalui pelajaran biasa dan dilakukan pada jam-jam pelajaran, dengan menerapkannya langsung pada praktek sehari-hari, seperti adanya warung kejujuran pada tahun 2006, lalu telepon kejujuran pada 2007. Pengertian pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nlai-nilai dan praksis korupsi. Dalam prakteknya bukan hanya media transfer pengetahuan saja (kognitif), akan tetapi juga menekankan pembentukan karakter (afektif), dan sekaligus kesadaran moral dalam melakukan aksi perlawanan (psikomotorik) terhadap perilaku korupsi. Akan tetapi pendidikan korupsi tidak akan berjalan efektif apabila hanya di kelas saja, seharusnya dirumuskan dalam berbagai kegiatan dan aktivitas pendukungnya. Sehingga pendidikan anti korupsi dalam perspektif al-Qur’an yaitu usaha yang dilandasi penuh kesadaran untuk mengantarkan manusia memiliki karakter anti korupsi dengan kekuatan imannya menjauhi, mencegah, berjuang, dan berdakwah untuk meninggalkan maupun menerangi korupsi sebagai perwujudan hamba Allah (‘abid) dan pemimpin dunia (khalifah fil ardh.).
4. Oleh karena itulah, bisa disimpulkan kembali bahwa keadilan dan kezaliman dari permasalahan yang muncul karena adanya beberapa faktor, diantaranya:



[1] Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, Nasrullah, Studi al-Quran dan Hadis, (Malang: UIN-Maliki press, 2014), h. 237.
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/”jujur”
[3] Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, Nasrullah, Studi al-Quran dan Hadis, (Malang: UIN-Maliki press, 2014), h. 238.
[4] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/”adil”
[5] Suyono, pencuri kayu, NEWS, (http://m.okezone.com/read/2015/03/12/340/1117810/nenek-pencuri-7-batang-kayu-kembali-histeris-di-persidangan)
[6] Wildan taufik, “adil”, http://id.wikipedia.org/wiki/Adil#cite_note-1, diakses tanggal  20 november 2015.
[7] Ibnu Qayyim. Risalah Tabukiyah , (Tahqiq Abu Abdirrahman Aqil bin Muhammad bin Zaid Al-Muqthiri Al-Yamani, cet.  Ke-1). Yaman: Maktabah Dar Al-Quds. h. 63.
[8] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/”adil”
[9] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/”jujur”
[10] Perpustakaan Nasional RI: Hukum, Keadilan dan HAM: Tafsir Quran Tematik. Aku Bisa. Jakarta. 2012.
[11] Syarah Hadits Shahih Muslim bi syarhi al-imam Al-Nawawi, Abi Zakariyah yahya. Riyadh. 2003.
[12] Al-Jumanatul ‘Ali, Al-Qur’an dan terjemah, CV Penerbit J-Art: Bandung, 2005.
[13] Tarmizi Taher, Jihad Nu-Muhammadiyah melawan korupsi dalam jihad melawan korupsi,  (Jakarta: kompas, 2005) h. 107-108.
[14] Ahmad fauzan, “Peringkat korupsi”, http://www.republika.co.id, diakses pada tangal 02 November 2015
[15] Taher, Jihad NU,  h. 108.
[16]  Taher, jihad NU,  h. 108-109.
[17] Amir Syamsudin,  KPK,  h. 14.
[18] Suradi, korupsi dalam sektor pemerintah dan swasta, h. 13.
[19] Budiono, “pendidikan anti korupsi”, http;//www.suarakarya-online.com/, Di akses 2 november 2015
[20] Mulyono, “pelajaran anti korups”, http;//rangnusantarakata.blogpot.com/. di akses 2 november  2015
[21]Muhammad Mufid, Pendidikan anti korupsi dalam perspektif Islam, skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalihaga Jogjakarta
[22] Hasan, “pendidikan anti korupsi”, http/ suaramerdeka.com/2012/03/09/ di akses 2 november 2015
[23] Muh. Mustakim, Jurnal Mukaddimah, Vol 19. No. 1, 2013, hlm 11.
[24] H.M Harahap, ayat-ayat Korupsi, h. 50.
[25] Taher, jihad NU, h.50
[26] Taher, jihad NU, h. 55.
[27] Wahbah Zuhaily, Tafsir al-Munir, jilid 4, hlm 146, dan al wahidy, asbabun nuzul, h. 72-73.
[28] Taher, jihad NU, h 147.
[29] Aba Zahrah, Zahrat al-Tafasir, jilid 3, h. 1486.
[30] Ahmad Warson al-Munawwir, Al- Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif), 1997, h. 614.
[31] Al-Zamakhsary, Tafsir al-Kasysyaf, juz III, (Beirut:Dar al-Ilmiyaj, 1968), h. 57.
[32] Al-Qurtuby, al-jami’ li ahkam al-qur’an-Tafsir al-Qurtuby, (Mesir, Dar al-Kutub al-Misriyah, 1964), jilid 6, h. 183.
[33] Ahmad Warson Munawwir, Al- munawwir, h. 628.
[34] Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir al-Ahkam (Jakarta: Kencana, 2006), h. 628.
[35] Moh. Mustakim, Wawasan al-Qur’an tentang pendidikan korupsi, Jurnal Mukaddimah, Vol 19, No.1, 2013, hlm. 17.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar