Senin, 22 Agustus 2016

Tradisi halal bi halal

Dari berbagai tradisi umat Islam, khususnya umat Islam yang berada di Indonesia pasti kenal dengan istilah halal bi halal atau biasa disingkat HBH. Tradisi ini adalah tradisi yang dilakukan pada saat kita telah menuai kemenangan setelah berpuasa selama sebulan pada saat bulan ramadhan. Tradisi ini dalam Islam diambil dari dalil فاعفوا واصفحوا " saling memafkan dan bermushofahah", jadi halal bi halal adalah tradisi maaf maafan antar umat muslim, setelah diri kita sudah fitrah dari kesalahan kita kepada Allah, atau hablum mina Allah. Untuk itu agar fitrah kita sempurna baik dengan Allah maupun dengan sesama umat manusia maka kita harus meminta maaf kepada saudara saudara muslim kita yang pernah kita taruhkan kesalahan kepada dirinya. Untuk itu tradisi halal bi halal ini hanya ada dalam negara Indonesia, karena halal bi halal secara bahasa tidak bisa diterjemah, atau ditarkib kalimat halal bi halal ini asalnya dari mana. Halal bi Halal adalah tradisi yang dibuat oleh KH Wahab Hasbullah Tambakberas Jombang. Tradisi ini kemudian diterima dan diikuti oleh seluruh umat muslim di Indonesia. Tradisi saling memaafkan dalam Islam memiliki dua pendapat dari Ulama' madzhab. Yang pertama dari Imam maliki, bahwasanya meminta maaf itu cukup dengan menyebutkan kesalahan kita secara ijmal atau global. Contoh: kawan maafkan segala kekhilafanku ya? Dengan kalimat seperti ini saja dosa si peminta maaf tersebut bisa diampuni. Ini adalah pendapat imam maliki. Kemudian pendapat kedua adalah pendapat dari Imam syafii. Imam syafi'i berpendapat bahwa seseorang yang meminta maaf harus diterangkan kesalahannya secara tafsili atau terperinci.

Tarikh Tasyri'

ITarikh tasyri' dalam Agama Islam merupakan sebuah ilmu pengetahuan dalam mengetahui sejarah sejarah pensyariatan
Hukum hukum Islam. Tarikh tasyri' merupakan sebuah ilmu yang penting dalam memahami hukum hukum terdahulu, karena dengan ilmu tersebut kita dapat mengetahui sebuah hukum dari segi kontekstual menurut sejarah pensyariatanya. Dalam ilmu tarikh tasyri' harus diketahui tiga syarat agar tarikh tasyri' dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan.
1. Dari segi ontologi: dalam tarikh tasyri' terdapat mufakkiru al-hukmi atau musyri' atau mujtahid atau mustambit. Juga terdapat natijatul fikrah atau fiqih. Kemudian terdapat tadrajul fikrah atau tasyri' dan terdapat sirrah fikrah atau kholfiyah kholfiyah, diantaranya kholfiyah idelogi, ijtimaiyah, siyasiyah, tsiqofiyah.
3. Kemudian dr segi epistimologi terdapat istiratajiyah, madholiyyah atau pendekatan dalam memahami sebuah masalah masalah yang telah ditemukan, baik melakukan pendekatan melalui al-Quran, al-Hadis, ijma' qiyas, atau memahami konteks pada hukum yang telah ada.

Kamis, 18 Agustus 2016

Dibalik kemenangan tantowi

Tontowi dan Santri Juara dalam Olimpiade Bergengsi

Oleh M Abdullah Badri

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Muhadjir Efendi boleh berbangga menyatakan kalau terpilihnya dia sebagai menteri karena Muhammadiyah tempat ia berorganisasi lebih unggul dalam pendidikan. Tapi dia tidak boleh nyinyir dengan prestasi nyata lembaga pendidikan milik Nahdlatul Ulama’ (NU) yang senyatanya lebih bisa dikabarkan.

Pasalnya, dalam Olimpiade, even olahraga bergengsi di dunia itu, pemuda lulusan SMK Ma’arif NU Selandaka, Sumpiuh, Banyumas bernama Tontowi Ahmad (28) berhasil mengembalikan tradisi perolehan emas dalam olahraga bulutangkis setelah sekian tahun kandas.

Bersama pasangan timnya Liliana Natsir, Tontowi yang pernah nyantri di Queen Al-Falah, Ploso Kediri itu mengibarkan bendera merah putih di Rio de Janeiro, pada Rabu (17/08/2016) malam, bersamaan dengan semarak jutaan santri di Nusantara yang gegap gempita merayakan Hari Kemerdekaan RI ke-71 di masing-masing pondok mereka, lengkap tanpa mengubah kostum khas santri lakinya sarung, jubah, surban, kopiah, jilbab dan sandal.    

Heroisme santri di dalam negeri tersambung dengan meluapnya kebanggaan anak negeri ketika Tontowi dinyatakan menang melawan rivalnya dari Malaysia. Asal tahu saja, sebelum Owi –panggilan Tontowi,- berlaga, broadcast kiriman doa kepadanya sempat viral di grup-grup santri, baik Facebook maupun WhatsApp.

Owi pernah nyantri sekitar tahun 2000. Karena itulah Owi pantas didoakan oleh komunitas muslimin pesantren. Kedua orang tuanya pun aktivis NU di daerah. Tercatat, ibunya yang bernama Nyai Masruroh adalah Ketua Pengurus Anak Cabang (PAC) Muslimat NU Kecamatan Sumpiuh. Sementara, ayahnya Kiai Muhammad Husni Muzaitun adalah Ketua Pengurus Ranting (NU) Desa Selandaka, Sumpiuh, Banyumas, Jawa Tengah.

Owi, santri yang pada tahun 2005 pernah tergabung dalam Persatuan Bulutangkis (PB) Djarum di Kudus ini, kata orang tuanya, memang suka dengan bulutangkis sejak kecil. Dorongan menjadi atlit kian mudah karena ayahnya juga hobi main bulutangkis.   

Olimpiade Matematika
Sama hebatnya dengan prestasi Owi adalah santri-santri didikan lembaga pendidikan NU di Jepara. Dua siswa dari Yayasan Pendidikan NU (YPNU) Mathalibul Huda, Mlonggo, Jepara juga menjadi juara dalam Olimpiade di Singapura. Bukan olahraga, namun matematika.

Dalam ajang bergengsi bernama Singapore International Mathematic Olympiad Challenge (Simoc) pada 12-15 Agutus 2016, Anisa Hayati, siswa kelas X MA NU Mathalibul Huda menyabet 2 medali emas kategori individu, kelompok dan best over all. Adik kelasnya di kelas IX MTs NU Mathalibul Huda bernama Dedi Wahyudi juga meraih medali parak (kelompok) dan perunggu (individu).

Selain dari Mathalibul Huda, santri Jepara yang menang dalam kompetisi tingkat Benua Asia itu ada yang berasal dari SDUT Bumi Kartini. Mereka adalah Izzati Kayla Anandita, Raihan Yusfi Zamroni (juara harapan/ kelompok) dan Ahmad Maulana Malik Ibrahim (medali perunggu/ individu). Barus kelas 5 tapi prestasinya menggila.

Nama-nama santri di atas adalah sosok yang menginspirasi anak negeri. Ini membuktikan bahwa santri itu poros ilmuan dan intelektual yang tidak pas jika disebut hanya bisa tahlilan, burdahan, maulidan, ratiban, manaqiban, ziarah, yasinan, dan segala bentuk amaliyah yang disebut kalangan salafi-wahabi sebagai bid’ah, syirik dan biang kemunduran.

Islam yang berkemajuan itu jika mendapat nikmat lekas bersyukur, sebagaimana dilakukan oleh orang tua Owi sesaat setelah dikabarkan menang olimpiade. Kabar prestasi dan kemenangan, bagi santri, adalah bagian dari tahadduts bin nikmat (saling menebar nikmat).

Artinya, nikmat dalam syukur itu tidak terselip pesan sombong atas asumsi dirinya sendiri yang lebih tinggi dari lainnya. Jika tidak demikian, kalangan santri menyebutnya dengan istilah “setan berbentuk manusia”.

Dalam bahasa guru besar saya, KH Ma’mun Ahmad Kudus, orang seperti itu ibarat “kesandung roto kebentus awang-awang” (tersandung datar, terbentur udara). Dia tidak merasa bersalah kepada orang lain, padahal, orang lain sudah merasakan akibat kesalahannya.

Dari sini, para santri telah terbukti banyak menginspirasi negeri. Ini belum saya lanjut pembahasan bagaimana para kiai-santri tanpa pamrih berjuang, berkorban harta, nyawa dan lainnya untuk memerdekakan negeri.

Tapi di ujung sana, masih ada saja yang mengharamkan hormat bendera, menyebut Pancasila tidak relevan, menuduh Indonesia negara thaghut, kafir dan halal pemimpinnya dibunuh, hingga pada 17-an kemarin, tidak ada suara dari mereka mengibarkan bendera merah putih. Bahkan mempertanyakan kemerdekaan Indonesia. Ah.

*santri Tasywiquth Thullab, Kudus

Pengaruh Teman dan lingkungan

Diibaratkan seperti padi, proses pertumbuhan padi, padi bisa tumbuh dan panen lancar itu karena terdapat tanah yang subur, kemudian adanya benih yang baik pula. Tetapi tidak hanya lahan dan benih saja. Padi ketika sudah tumbuh kecil harus selalu kita rawat, menyirami dengan air, dikasih pupuk, mencabuti rumput rumput yang menghalanginya dalam tumbuh. Sehingga padi tersebut bisa tumbuh dengan mudah dan dapat membuahkan panen yang melimpah. Begitu juga ketika kita merawat seorang anak, dari lahan dan benih kita yang sudah baik. Itu semua tidak cukup dalam menjaga anak agar anak tersebut selalu baik dalam menjalani kehidupannya. Dengan cara mencarikan lingkungan yang baik, teman yang baik, selalu menjaga dalam pergaulannya, carikan teman yang baik, yang membuat ia menjadi baik pula, karena pengaruh teman dan lingkungan dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan anak kita. Khususnya dalam soal spiritual, kita harus bisa menjaga agama kita, anak kita dan keluarga kita, untuk itu carilah lingkungan dan teman atau tetangga yang mendukung kita dalam menjalani kehidupan agama yang damai dan saling membantu, saling amar makruf nahi mungkar. Sehingga apapun yang kita lakukan bisa terkontrol dalam kehidupan kita. Seumpama jika kita meninggal dan meninggalkan anak yatim, kita tidak tau nanti agama anak kita apa,    akhlak anak kita seperti apa, maka yang jadi indikasi, kita bisa melihat lingkungan disekitar kehidupan dia. Kalau dilingkungan tersebut termasuk lingkungan yang baik dan teman teman mau pun tetangga dia adalah tetangga yang beragama dan baik, maka jangan khawatir, meskipun kita meninggalkan anak kita dalam keadaan yatim, pasti anak kita nanti menjadi orang baik karena hidup dilingkungan yang baik dan berteman dengan teman yang baik. Tetapi jika sebaliknya, maka keselamatan agama maupun akhlak anak kita akan terancam المرء على الدين خليله، karena agama seseorang tergantung pada agama temanya. Untuk itu jagalah diri kita anak kita dan keluarga kita dari perbuatan yang dholim dan selalu menjaga agama mereka.

Rabu, 03 Agustus 2016

artikel pluralisme




METODE ‘URF MENJADI PEMAHAMAN KRITIS AGAMA
DALAM PLURALISME BANGSA
NAMA: MISBAKHUL ILHAM
ABSTRAK
Misbakhul Ilham, 15210005, Metode ‘Urf Menjadi Pemahaman Kritis Agama Dalam Pluralisme Bangsa, Artikel, Jurusan Hukum Keluarga, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Dosen Pengampu: Nurul Jannah
Kata Kunci: Pluralisme, Urf’,  Hukum Islam
            Kondisi praktek paham pluralisme di era globalisasi ini sangatlah mencengkam. Banyak diantara pemuda, anak-anak maupun orang tua yang tidak menyadari apa yang telah mereka perbuat. Salah satunya dari kalangan muslim yang mengikuti budaya-budaya kristiani, seperti ikut serta dalam merayakan hari natal dan tahun baru. Hal tersebut telah menjadi suatu kebiasaan bagi kalangan muslim dalam merayakan hari besar orang kristiani. Mengenai hal tersebut banyak para Ulama mengatakan hal tersebut tidak diperbolehkan dan ada yang mengatakan diperbolehkan berdasarkan argumen yang mereka miliki. Metode Urf’ adalah salah satu metode dalam menangani kasus tersebut. Dalam hukum Islam, metode ini terdapat berbagai macam cara menangani masalah Pluralisme dalam problematika masyarakat beragama.
            Dalam artikel ini, terdapat rumusan masalah yaitu: 1) bagaimana pengertian Urf? 2) Bagaimana kondisi pluralisme agama pada saat ini? 3) Bagaimana pandangan hukum Islam menggunakan metode Urf’?. Artikel ini memiliki tujuan agar bangsa indonesia dari kalangan muslim memiliki paham yang normatif dalam menerapkan ajaran Agama Islam. Mengetahui akibat-akibat dari pluralisme yang terlalu berlebihan. Bisa menerapkan paham pluralisme dalam konteks Islam.
Pluralisme ditinjau dari makna katanya berasal dari kata plural yang berarti banyak atau berbilang.[1] Sementara secara istilah, pluralisme bukan sekedar keadaan atau fakta yang bersifat plural, jamak atau banyak. Lebih dari itu, pluralisme secara substansial termanifestasi dalam sikap untuk saling mengakui sekaligus menghargai, menghormati, memelihara, dan bahkan mengembangkan, atau memperkaya keadaan yang bersifat plural, jamak atau banyak.[2]
Sedangkan 'Urf atau adat ialah sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat dan merupakan kebiasaan di kalangan mereka baik berupa perkataan maupun perbuatan. Oleh sebagian ulama ushul fiqh, 'urf disebut adat (adat kebiasaan). Para fuqoha mendefinisikan Urf’ secara terminologi sebagai norma yang sudah melekat dalam hati akibat berulang-ulangnya, sehinga diterima sebagai sebuah realitas yang rasional dan layak menurut penilaian akal sehat, norma tersebut bisa dilakukan oleh individu atau kelompok masyarakat.[3]
Dalam Bangsa Indonesia telah menjadi suatu kebiasaan seorang Mukmin menyalahi aturan Agamanya sendiri, yaitu kebiasaan dalam pluralisme yang berlebihan. Kebiasaan tersebut adalah sebuah fenomena kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, gejala ini telah menyertai kondisi masyarakat Indonesia yang bersifat Pluralistis. Namun seperti yang telah kita ketahui, setiap hari Natal atau Tahun Baru Masehi, banyak dari Masyarakat Muslim yang ikut serta dalam acara mereka, bahkan tidak jarang juga beberapa orang Muslim disana mengikuti tradisi-tradisi mereka, mulai dari perayaan Natal, sampai perayaan tahun baru masehi. Padahal pada hakikatnya Natal termasuk hari raya orang Kristen seperti hal nya hari raya idul fitri, dan idul adha adalah hari raya bagi kaum Muslim. Sedangkan perayaan tahun baru Masehi merupakan tahun baru kaumnya nabi isa yang dihitung sejak kenaikan al-Masih, maka orang-orang Islam yang menyerupai mereka termasuk golongan dari mereka sebagai mana yang terdapat dalam sebuah hadis
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya: “barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk sebagian dari mereka”[4]
Dengan demikian apakah perbuatan orang muslim tersebut menyalahi aturan Agama? Bilamana terdapat sebagian orang Muslim yang menirukan tradisi orang Kristen. Kemudian apakah pluralisme seperti itu dibenarkan oleh Agama, Sekarang, pembahasan realitas antar Agama hendaknya harus diranjut kembali. Ideologi dan perspektif terhadap Pluralisme Agama, perlu penataan ulang dalam dimensi pikir, dari ideologi bahwa Pluralisme Agama menjadi sumber solusi pemicu perpecahan sosial. Kemudian bagaimana jika perbuatan tersebut merupakan adat yang dilakukan sejak zaman dahulu dalam masyarakat itu? Dan tidak ada kita ketahui dalam masyarakat Muslim Indonesia tidak sedikit  yang mengikuti tradisi orang Kristen. Apakah hal tersebut dibenarkan oleh Agama?
Dalam ulasan Nadhom Qawaid Fiqhiyyah Al Faraid Al Bahiyyah diterangkan mengenai adat atau ‘Urf dalam Islam. Dalam bukunya dijelaskan tentang bagaimana jika suatu adat bertentangan dengan Syara’, jika syara’nya tidak berhubungan dengan hukum, maka adat yang lebih diutamakan. Tetapi jika Syara’ berhubungan dengan hukum, maka Syara’ yang diutamakan.[5] Dengan demikian ikut serta dalam perayaan hari Natal dan tahun baru Masehi apakah termasuk sebuah ibadah yang memiliki beban hukum menurut mereka? tidak, karena suatu ibadah adalah jika mereka menyembah tuhan mereka. Mereka hanya berpesta ria karena mereka telah bertemu dengan hari besar mereka. Dengan demikian perayaan Natal dan Tahun Baru jika terdapat orang muslim yang ikut merayakannya, jika hati mereka tidak meyakini adanya tuhan mereka, dan tidak ikut dalam urusan ibadah mereka, maka diperbolehkan, karena tidak mengandung sebuah hukum, dan adat lebih diutamakan. Adat bisa dijadikan sebagai hukum karena العادة محكمة adat bisa dijadikan landasan hukum, dan kebanyakan dari masyarakat Indonesia memahami bahwa kebiasaan seperti itu diperbolehkan. Maka hukumnya diperbolehkan.
Tetapi jika dari golongan umat muslim hanya mengatakan selamat kepada orang non muslim, dalam perayaan hari tersebut. Maka hal tersebut diperbolehkan, karena sifat tersebut termasuk dalam sifat toleransi antar agama, dengan tanda kutip yang tidak berlebih-lebihan, hanya sekedar mengucapkan selamat. Pada dasarnya toleransi merupakan persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang “enak” antara berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai “hikmah” atau “manfaat” dari pelaksanaan suatu ajaran yang benar. Hikmah atau manfaat itu adalah sekunder nilainya, sedangkan yang primer adalah ajaran yang benar itu. Maka sebagai yang primer, toleransi harus kita laksanakan dan wujudkan dalam masyarakat, sekalipun untuk kelompok tertentu, bisa jadi untuk diri kita sendiri, pelaksanaan toleransi secara konsekuen itu mungkin tidak menghasilkan sesuatu yang “enak”.[6]
Untuk memperkuat hal tersebut dalam Kajian kaidah-Kaidah Fiqh terdapat beberapa cara dalam menyelesaikan hal tersebut, diantaranya hukum adat tersebut, dalam kitab Qawaidul Fiqh terdapat sebuah nadzam:
مَبْحَثُ العَادَةُ هَلْ تُنَزَّلُ * مَنْزِلَةَ الشَّرْطِ حِلاَفٌ يُنْقَلُ
وَغَالِبُ التَّرْجِيْحِ فِي الفُرُوعِ لاَ * يَكُوْنُ كالشَّرْطَ كَمَا تَأَصّلاَ
Maksud dari Nadzam tersebut adalah adat yang berlaku di suatu daerah, apakah disamakan dengan perjanjian (syarat-syarat)?, menurut pendapat yang paling benar adalah tidak.[7]
Dengan demikian maka dapat disimpulkan, jika suatu adat di suatu kaum tersebut memang tidak ada perjanjian terlebih dahulu sebelumnya, maka adat tersebut tidak bisa disamakan dengan perjanjian. Begitu juga jika para kaum tersebut telah menganggap bahwa Perayaan Natal dan Tahun Baru memang sudah menjadi kebiasaan tersendiri, dan mereka menganggap bahwa adat tersebut memang sudah mendarah daging bagi kaum tersebut baik Muslim maupun Non Muslim, maka diperbolehkan, dengan syarat hati mereka tidak meyakini Tuhannya Non Muslim, dan tidak mengikuti mereka dalam Ibadahnya, tetapi karena saling menghargai dan hal tersebut sudah menjadi kebiasaan yang tanpa adanya perjanjian terlebih dahulu. Maka kebiasaan tersebut diperbolehkan.

DAFTAR PUSTAKA
Asyat, Abi Dawud Sulaiman bin. Sunan Abi Dawud. Beirut: Darr al-Risalah al-alamiyah. 2009.  jilid 6.
Ishomuddin. pengantar sosiologi Agama. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002.
Majid, Nurcholis. Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat. Jakarta: TEKAD. 2002.
Manshur, Yahya Khusnan. Ulasan Nadhom Qowaid Fiqhiyyah Al-Faroid Al-bahiyyah.  Jombang: Pustaka al-muhibbin. 2011.
Naim, Ngainum. Islam dan Pluralisme Agama. Yogyakarta: Aura Pustaka. 2015.





[1] Ishomuddin, pengantar sosiologi Agama (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h.59.
[2] Ngainum Naim , Islam dan Pluralisme Agama, (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2015), h. 6-7.
[3] Yahya Khusnan Manshur, Ulasan Nadhom Qowaid Fiqhiyyah Al-Faroid Al-bahiyyah, (jombang: Pustaka al-muhibbin, 2011), h. 91.
[4] Abi Dawud Sulaiman bin Asyat, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Darr al-Risalah al-alamiyah, 2009), jilid 6, no, 4031, h. 130
[5] Manshur, Ulasan Nadhom, h. 94-95.
[6] Nurcholis Majid, Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat, (jakarta: TEKAD, 2002), h. 17.
[7] Manshur, Ulasan Nadhom, h.98.

Selasa, 02 Februari 2016

Cara memahami makna-makna Al-Quran menurut ahlus sunah

oleh: misbakhul ilham


Al-Quran adalah sebuah kalam Allah yang diturunkan kepada seluruh umat manusia sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan. Sedangkan banyak di dalam Al-Quran yang mana masih banyak orang yang tidak mengetahui hakikat dari makna yang diinginkan oleh Allah. Oleh sebab itu hanya Allah yang bisa mengetahui kebenaran secara mutlak dari makna-makna yang hakiki dalam Al-Quran. Dalam penafsiran Al-Quran menurut pandangan orang Ahlu-Sunah yang bisa menafsiri Al-Quran pada tingkatan yang pertama adalah Al-Quran itu sendiri, jadi penafsiran bil Quran. Kenapa seperti ini? karena yang tau makna-makna yang diinginkan dalam Al-Quran adalah yang mengatakannya, dan yang mengatakannya adalah Allah sendiri. Jadi wajar kalau al-Quran menepati posisi pertama atau teratas dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran. Kemudian yang menepati posisi kedua dalam menafsirkan al-Quran adalah al-Hadis, kenapa al-Hadis ditempatkan di posisi kedua setelah al-Qur’an? Karena Nabi Muhammad adalah seorang utusan yang diutus oleh Allah dalam menyampaikan al-Quran, lantas orang yang menyampaikan al-Quran tentu banyak mengetahui tentang makna-makna yang hakiki dalam al-Quran, sehingga Nabi Muhammad diutus untuk menjelaskan al-Quran kepada manusia, agar manusia mendapatkan pemahaman yang hakiki terhadap makna-makna al-Quran. Kemudian setelah tidak adanya penjelasan dari AL-quran dan hadis yang menjelaskan makna-makna al-Quran, maka manusia bisa menggunakan akalnya, karena akal  mempunyai potensi yang tinggi dalam menggali sebuah kebenaran yang bisa dijadikan dasar dalam menjelaskan al-Quran ketika tidak ada lagi penjelasan dari al-Quran dan al-Hadis. Dalam hal ini akal tidak bisa memberikan suatu kebenaran mutlak dalam memahami ayat-ayat al-quran, tetapi akal bisa mendekatkan kepada kebenaran yang mutlak dan wajib dilakukan jika tidak ada penjelasan lain karena akal juga termasuk dari ruh Allah. Akal bisa diterima jika memiliki suatu keyakinan yang kuat dalam memahami al-Quran karena kebenaran harus membutuhkan suatu keyakinan, tetapi keyakinan tidak selalu benar. Ini adalah cara memahami al-quran dari paradigm theologis orang ahlu sunah. Sedangkan teknik dalam memahami al-quran banyak sekali paradigm, diantaranya paradigm theologis, psikologis, sosiologis, dan antropologis.

Rabu, 27 Januari 2016

MC bahasa arab

oleh: Misbakhul Ilham

السّلام عليكم ورحمة الله وبراكته
بسم الله الرّحم الرّحيم الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور انفسنا ومن سيّأت اعمالنا من يهد الله فلا مضلّ له ومن يضلل فلا هادي له. اشهد ان لااله الاّالله وحده لاشريكله  واشهد انّ محمّد عبده و رسوله اللّهم صلّ على محّمد عبدك والنّبيّك نبيّ الأميّ وعلى اله وصحبه وبارك وسلّم تسليما بقدر عضامتك ذالك فى كل وقت وحين. قال الله تعالى فى كتابه الكريم "والتكن منكم امت يدعون الى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحون" المكرّم رئيس الجامعه".............." والمكرّم مربّنا "........""الذين يعملون علمهم للأخرة, بارك الله لهم, وحضرة الكرام جميع اصدقائى التّلاميذ والتّلميذات المحبوبين. اولا, حيّ بنا ان نشكر ونحمد الى الله تعالى الذى قد اعطانا نعمة وهداية وبالحصوص نعمة الإيمان والإسلام حتى نستطيع ان نجتمع فى هذا الوقت السّعيد والمكان المبارك ان شاء الله. ثانيا, حيّ بنا ان نصلّي ونسلّم على حبيبنا ونبيّنا محمّد ص.م الذى جاء بدين الإسلام لكافّة النّسإلى اخر الزّمان.
ايّها المستمعون الكرام, إسمحولى كرئيس الجلسة ان ألقى واقرأ لكم ترتيبَ البرامج  فى هذا الّيل المبارك
الأّول: الإفتتاح
الثّانى: الخطابة
والأخر: الإختتام
البرامج الأّول يعني الإفتتاح, حيّ نفتح هذه البرامج بقراءة الفاتحة جماعة{{....}} عسى ان تسير هذه البرامج سيرا حسنا والله يبارك فيه.
والبرامج الثّانى يعنى "الخطابة" الخطيب الأول الذى سيقوم/التى ستقوم به اخينا/اختينا {{.......}} الوقت والفرصة مسموحة ايّاه/ايّاها{{......}} فإليه/فإليها نشكر شكرًا جزيلا.
طيّب,ايّها المستمعون الكرام  نواصل الى برامج الأخير يعنى "الإختتام" ولكن قبل ذالك أستعفيكم حق الإستعفاف لو وجدتم منّي كرئيس الجلسة خطاأت وغلاظات فى إلقاء ترتيب البرامج. ثمّ حيّ نحتم برامجنا بقراءة الحمدلة جماعة "الحمد لله رب العالمين"
والسّلام عليكم ورحمة الله وبراكته
     

                                       

Kamis, 21 Januari 2016

Rukun rukun tarekat

oleh: Misbakhul Ilham

Rukun" tarekat itu ada 4
١. العزلة
٢. الصمت
٣. الجوع
٤. السهر
Uzalah ada 2
1. uzlah bi dhohir
2. uzlah bi batin,(dhohir.a kumpul dengan masyarakat tetapi hatinya pisah dengan masyarakat)  hal ini  bisa dilakukan kpd org yg tidak bisa meninggalkan dunia atau belajarnya.
Memikirkan apa yg bisa diindra  itu adalah memikirkan alam syahadah
Alam nyata :
1. alam syahadah
2. Alam mulki
3. Alam nasul
Alam nggoib :
 1. Alam jabalu ( alam barzah) bisa melihat semua alam
2. Alam malakut
3. Alam rahim
Abu yazid al-bustami 188 h-261h sering memikirkan kondisi manusia di akhirat sampai beliau menangis. Beliau bercerita bahwa besok di hari kiamat berurusan dgn seseorang. Dimana seseorang ini ketika didunia memanggang daging jagal ..kemudian menyetuhnya dan jari".a ditusuk" kan kedaging tetapi ia tidak membelinya ...besok diakhirat akan dituduh oleh si jagal tersebut.
#wong tuo lek mangan panganan seng ora halal ..iku mengaruhi ng anak e...
Al-faqih abu lais assamarkandi berkata: Musuh"mu itu ada 4 yang harus kmu perangi terus tanpa berhenti.
1. Dunia
2. Nafsu
3. Setan yg tidak tampak
4. Setan yg berbentuk manusia
Ibnu hambal bertanya : Bagaimana org bisa selamat dr dunia ???
? Kamu tidak bisa selamat dr dunia sebelum kamu memiiki 4 hal
1. Mengampuni kebodohan masyarakat
2. Jangan berbuat bodoh kpd masyarakat
3. Suka memberi kpd masyarakat, suka membantu
4. Jangan sampai punya keinginan diberi oleh masyarakat

Rabu, 20 Januari 2016

hukum dalam pandangan Islam

oleh: Misbakhul Ilham 

dalam agama Islam, hukum adalah  sesuatu yang penting dalam menjalankan syari'at keagamaan, bukan hanya itu saja tetapi hukum juga sebagai jalan yang transformatif dalam menetapkan suatu keadilan. Pengertian Hukum Islam (Syari’at Islam) – Hukum syara’ menurut ulama ushul ialah doktrin (kitab) syari’ yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf secara perintah atau diperintahkan memilih atau berupa ketetapan (taqrir). Sedangkan menurut ulama fiqh hukum syara ialah efek yang dikehendaki oleh kitab syari’ dalam perbuatan seperti wajib, haram dan mubah .
Syariat menurut bahasa berarti jalan. Syariat menurut istilah berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umatNya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah. Hukum Islam
Menurut Prof. Mahmud Syaltout, syariat adalah peraturan yang diciptakan oleh Allah supaya manusia berpegang teguh kepadaNya di dalam perhubungan dengan Tuhan dengan saudaranya sesama Muslim dengan saudaranya sesama manusia, beserta hubungannya dengan alam seluruhnya dan hubungannya dengan kehidupan.
Menurut Muhammad ‘Ali At-Tahanawi dalam kitabnya Kisyaaf Ishthilaahaat al-Funun memberikan pengertian syari’ah mencakup seluruh ajaran Islam, meliputi bidang aqidah, ibadah, akhlaq dan muamallah (kemasyarakatan). Syari’ah disebut juga syara’, millah dan diin.
b.    Hukum Islam berarti keseluruhan ketentuan-ketentuan perintah Allah yang wajib diturut (ditaati) oleh seorang muslim. Dari definisi tersebut syariat meliputi:
  1. Ilmu Aqoid (keimanan)
  1. Ilmu Fiqih (pemahan manusia terhadap ketentuan-ketentuan Allah)
  1. Ilmu Akhlaq (kesusilaan)
                   Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa hukum Islamadalah syariat yang  berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan).
                 tetapi dari pengertian diatas saya akan mengurai sedikit tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh sebuah negara yang menjadikan hukum islam sebagai hukum negaranya. dalam salah satu qowa'idul fiqhiyah terdapat sebuah kaidah al-hukmu yadlurru ma'a illati wujudan au adaman. dari sinilah ditentukan bahwa hukum islam yang seharusnya bukanlah yang selalu mengikuti hukum-hukum yang ditetapkan pada masa sebelumnya, tetapi dilihat dari segi kemaslahatan dinegara tersebut. kalau kita lihat hukum-hukum islam di negara yang memiliki fonis hukum seperti memotong tangan, pancung, rajam, dan lain sebagainya. itu memang hukum yang sudah ditetapkan pada zaman dahulu, tetapi dalam kaidah tadi diterangkan bahwa, setiap tindakan seseorang harus dilihat sebabnya apa terlebih dahulu. kalau seperti jika ada seorang pencuri yang dia sebenarnya kehidupannya masih belum tercukupi, apakah kita rela menghukumnya dengan cara dipotong tangannya ??  jelas tidak, karena ia mencuri karena dia memang orang miskin yang orang sekelilingnya tidak memperdulikan kemiskinannya. kalau kita lihat pada sejarah zaman abu bakar, seseorang yang mencuri harus dipotong tangannya, sebabnya apa? sebabnya pada zaman khalifah abu bakar kehidupan masyarakat disana sangat sejahtera. sedangkan kita lihat hukum pada masa umar, yang suatu ketika ada seorang pencuri kemudian pencuri itu dibawah ke khalifah umar, lantas apa yang dilakukan oleh umar? justru umar malah memberi sedekah kepada pencuri itu, karena rata-rata kehidupan pada masa umar terjadi masa paceklikdan banyak orang miskin disana, termasuk si pencuri tersebut. dengan uraian yang sedikit ini semoga kita bisa mengambil hikmah dalam melaksanakan hukum islam yang lebih Islami dalam kemaslahatan umat Islam :)

sumber rujukan:
https://studihukum.wordpress.com/2013/07/22/pengertian-hukum-islam/

Selasa, 19 Januari 2016

sejarah kepemimpinan Umar Bin Khottob

oleh: misbakhul Ilham

Nama  Lengkap  beliau  adalah  Umar  Ibn  Khattab  Ibn  Nufail  Ibn Abd  al-‘Uzza  Ibn  Riyah  Ibn  Qurth  Ibn  Razah  Ibn  ‘Adiy  Ibn  Ka’ab  Ibn  Lu’aiy al-Qurasyiy al-‘Adawiy. Beliau dilahirkan tiga belas tahun setelah tahun Gajah (tahun  kelahiran Nabi Muhammad). Ini berarti beliau lebih muda  tiga  belas  tahun  dari  Nabi  Muhammad  SAW.  Sedangkan  Ibunya bernama  Hantamah  binti  Hasyim  bin  Mughiroh  bin  Abdullah  bin  Umar bin  Makhzum. Nasab  beliau  bertemu  dengan  nasab  Nabi  Muhammad SAW pada Ka’ab Ibn Luay. Beliau berasal dari kalangan keluarga terpandang suku ‘Adiy yang termasuk  rumpun  Quraisy.  Beliau  memiki  kecerdasan  yang  luar  biasa, bahkan dikatakan mampu memprakirakan hal-hal  yang  akan terjadi pada masa yang akan datang.Beliau menjadi orang yang dipilih sebagai duta dari  kabilahnya  pada  masa  Jahiliyyah.  Jika  terjadi  perselisihan  di  antara para  kabilah,  maka  beliau  lah  orang  yang  diutus  untuk  melerai  dan mendamaikan.  Hal  ini  menandakan  bahwa  beliau  memiliki  kecerdasan, keadilan, serta kebijaksanaan.
Umar masuk islam pada tahun kelima setelah kenabian, dan menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW serta dijadikan sebagai tempat rujukan oleh nabi mengenai hal-hal yang penting.
2.6    Pengangkatan Khalifah
            Pada saat Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijakan Abu Bakar tersebut tenyata di terima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya kholifah-kholifati Rosulillah artinya pengganti dari pengganti Rosulullah. Umar juga memperkenalkan istilah amiril mukminin kepada umat Islam.
            Namun demikian mengenai pengangkatan Umar sebagai Kholifah tidak ada hubunganya dengan kekerabatan Nabi, tetapi memang Umar dinilai sebagai orang yang memiliki sifat sifat pemimpin besar dan selama pemerintahan Abu Bakar, kepribadianya berkembang pesat. Seperti diketahui pula bahwa setelah Rosulullah meninggal dunia, Umar bin Khottob adalah kandidat dari kalangan Muhajirin ia sangat berpengaruh ketika mengarahkan orang-orang Madinah untuk menerima Abu Bakar sebagai Kholifah, dan hal itu dapat disimpulkan bahwa Umar sudah di percayai. Umar telah muncul sebagai orang yang kemampuanya telah terbukti dan hampir dapat dipastikan bahwa dia pemimpin terpilih. Karena itu ketika Abu Bakar mewasiatkan Umar sebagai penggantinya berdasarkan musyawarah sebelumnya, mayoritas umat Islam mudah menerimanya.
Abu  Bakar  pun  lalu  membuat  bai’at  yang  berisi  penunjukan Umar  Ibn  Khattab  sebagai  penggantinya,  dan  dengan  demikian  orangorang mukmin harus patuh terhadapnya.Pengangkatan  Umar  Ibn  Khattab  sebagai  Khalifah  dengan  cara demikian  memang  terkesan  ada  tendensi  rekayasa  dan  rencana  dari khalifah  sebelumnya.  Akan  tetapi  keadaan  demikian  tidak  menimbulkan permasalahan di kalangan umat Islam waktu itu. Umar  diangkat  menjadi  khalifah  dengan  dibai’at  pada bulan Jumada  al-Akhirah  tahun  13  Hijriyah.  Az-Zuhri  berkata  bahwa  Umar diangkat  menjadi  khlaifah  pada  hari  Abu  Bakar  wafat,  pada  hari  Selasa delapan  hari  sebelum  bulan  Jumada  al-Akhirah.
2.7    Perluasan Wilayah
Dalam  masa  kepemimpinan  sepuluh  tahun  `Umar  itulah penaklukan-penaklukan  penting  dilakukan  orang  Arab. Tak  lama sesudah  Umar  memegang  tampuk  kekuasaan  sebagai  khalifahH,  pada tahun  635 M/ 13 H  Damaskus  berhasil  dikuasai  bawah pimpinan panglima Abu Ubaidah bin Jarrah. Kemudian seluruh wilayah Suriah dapat dikuasai setelah kekuasaan Bizantium menyerah akibat kekalahan dalam pertempuran yarmuk pada tahun 637 M/ 16. kesuksesan ini kemudian di tindaklanjuti dengan menjadikan Suriah salah sebagai basis kekuatan pasukan Islam. Kemudian exspansi diteruskan ke mesir di bawah pimpinan Amr bin Ash dan mesir pun dapat dikuasai pada tahun 640 M/ 19 H. kesuksesan demi kesuksesan dicapai oleh pasukan Islam dalam perluasan wilayah ini.
Selanjutnya dari wilayah Suriah itu, pasukan Saad bin Abi Waqas melakukan exspansi ke wilayah Irak. Setelah menguasai Al-Qadisiah tahun 637 M/ 16 H dalam satu pertempuran besar mengalahkan tentara Persia, ia melanjutkan penyerbuan ke Almadain (Ctesiphon) sebagai ibukota Persia pada tahun yang sama. Setelah Islam berkuasa di wilayah ini, kota Kuffah, yang mulanya merupakan perkemahan militer Islam di daerah al-Hira dijadikan sebagai ibukota.
Di zaman kholifah Umar bin Khottob ini wilayah umat Islam menjadi sangat luas, meliputi Suriah, Mesir, Khuzistan, Irak, Armeira, Arzabaijan, Fars, Kirman, Khurasan, Makran, Balachistan, dan Asia kecil. Sehingga peta daerah kekuasaan meliputi 2.251.030 mil persegi. Menjelang akhir pemerintahan Umar pada tahun 644 M/23, Negara Islam meliputi Persia barat, seluruh Iraq, Suriah, Mesir selatan dan sebagian Afrika utara. Tentu dengan adanya exspansi ini telah terjadi perluasan daerah di samping penambahan jumlah penduduk Islam.
2.8 Pemerintahan Negara
1.    Agama.
Penaklukan-penaklukan yang terjadi pada masa Umar menyebabkan orang ramai-ramai memeluk agama Islam namun meskipun demikian tentu tidak ada paksaan terhadap mereka yang tidak mau memeluknya. Maka masyarakat saat itu adalah masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai agama, dan hal ini tentu saja berpengaruh tehadap masyarakat Islam, mereka mengenal ajaran-ajaran selain Islam seperti Nasrani, Yahudi, Majusi Shabiah dan lainnya. Masyarakat muslim otomatis akan belajar toleransi terhadap pemeluk agama lainnya, dan kemajemukan beragama seperti ini akan kondusif untuk melahirkan faham-faham baru dalam agama yang positif maupun negatif meskipun pada masa Umar bin Khattab r.a belum ada cerita tentang munculnya faham seperti ini.
Meskipun begitu aktivitas ini tidak terlalu menonjol, karena memang mayoritas masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a dihabiskan untuk melakukan ekspansi-ekspansi. Kebanyakan praktek-praktek agama yang dibawa oleh mayoritas pasukan Islam yang berbangsa Arab adalah paduan antara praktek-praktek dan prinsip Islam dengan praktek dan hukum adat orang-orang pada umumnya.
2.        Sosial.
Keadaan sosial juga mulai berubah, perubahan-perubahan ini sangat terlihat pada masyarakat yang hidup diwilayah taklukan-taklukan Islam, mereka mengenal adanya kelas sosial meskipun Islam tidak membenarkan hal itu. Tetapi kebijakan-kebijakan tentang pajak, hak dan kekayaan yang terlalu jauh berbeda telah menciptakan jurang sosial, ditambah lagi bahwa memang sebelum datangnya Islam mereka telah mengenal kelas sosial ini. Seperti kebijakan pajak yang berlaku pada masa Umar bin Khattab telah membagi masyarak kepada dua kelas, yaitu:
a. Kelas wajib pajak: buruh, petani dan pedagang.
b. Kelas pemungut pajak: pegawai pemerintah, tentara dan elit masyarakat.
3.        Ekonomi.
a.    Perdagangan, Industri dan Pertanian.
Meluasnya daerah-daerah taklukan Islam yang disertai meluasnya pengaruh Arab sangat berpengaruh pada bidang ekonomi masyarakat saat itu. Banyak daerah-daerah taklukan menjadi tujuan para pedagang Arab maupun non Arab, muslim maupun non muslim, dengan begitu daerah yang tadinya tidak begitu menggeliat mulai memperlihatkan aktifitas-aktifitas ekonomi, selain menjadi tujuan para pedagang juga menjadi sumber barang dagang. Maka peta perdagangan saat itupun tentu berubah seperti Isfahan, Ray, Kabul, Balkh dan lain-lain.
Sumber pendapatan rakyatpun beragam mulai dari perdagangan, pertanian, pengerajin, industri maupun pegawai pemerintah. .
b.         Pajak.
Pajak saat itu ditetapkan berdasarkan profesi, penghasilan dan lain-lain. Sistem pajak yang diberlakukan di suatu daerah pada dasarnya adalah sistem yang dipakai di daerah itu sebelum ditaklukkan. Seperti di Iraq yang diberlakukan sistem pajak Sasania. Tapi kalau daerah itu belum mempunyai satu sistem pajak yang baku, maka sistem pajak yang diberlakukan adalah hasil kompromi elit masyarakat dan penakluk. Yang bertugas mengumpulkan pajak tersebut adalah elit masyarakat yang selanjutnya diserahkan kepada pemerintah daerah untuk diserahkan ke pemerintah pusat. Pajak yang ditanggung oleh masyarakat adalah :
1.        Pajak jiwa, pajak ini berdasar jumlah masyarakat dan dipikul bersama. Yang bertugas melakukan penghitungan adalah tokoh masyarakat juga.
2.    Pajak bumi dan bangunan, tanah wajib pajak adalah seluas 2400 m2 jumlahnya tergantung pada kualitas tanah, sumber air, jenis pertanian, hasil pertanian dan jarak ke pasar.
3.    Dinamika Politik dan Adminstrasi. Pemerintahan Umar bin Khattab pada dasarnya tidak memaksakan sebuah sistem administrasi baru di wilayah taklukan mereka. Sistem adaministrasi yang berlaku adalah kesepakatan antara pemerintah dengan elit lokal wilayah tersebut. Dengan begitu, otomatis tidak ada kesamaan administrasi suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Tampaknya hal ini tidaklah menjadi masalah penting pada saat itu.
2.9 Harta Rampasan Perang (ghanimah)
Sebagai  akibat lebih lanjut dari penaklukan-penaklukan yang terjadi, maka terbukalah sumber-sumber ekonomi yang tidak diperoleh sebelumnya ditengah-tengah jazirah Arab. Pajak-pajak dari daerah taklukan mengalir ke Madinah. Abu Yusuf  melaporkan  dari  sumber  yang  berasal  dari  Saaid  ibn  Musayyab,  bahwa ketika  1/5  rampasan  perang  Persia  dibawa  ke  Medinah  Umar  memerintahkan agar diletakkan di Masjid dan menyuruh Abd al-Rahman ibn Auf dan Abdullah ibn  Arqam  menjaganya.  Setelah   pagi  hari,  barang-barang  hasil  rampasan  itu dibuka  tutupnya,  maka  tampaklah  oleh  Umar  sesuatu  yang  belum  pernah dilihatnya sebanyak itu berupa  emas, perak, intan dan berlian. Beliau menangis. Maka Abd al-Rahman ibn Auf berkata, seharusnya kita bersyukur, tetapi kenapa tuan justru menangis ? Umar menjawab, ya kita bersyukur.
      Dalam  masa  pemerintahannya,  Umar  memang  menerima  1/5  rampasan perang  dari  setiap  pasukan  muslimin  yang  mendapat  kemenangan,  disamping Kharaj  (pajak  bumi)  yang  diterima  dari  mereka  yang  sudah  terkait  dalam perjanjian  yang  hidup  dari  tanah  mereka  itu,  juga  Jizyah  (pajak  kepala)  yang berasal dari mereka yang kalah tapi tidak mau masuk Islam. Khalifah Umar membiarkan tanah yang diperoleh dari suatu peperangan (ghanimah) digarap oleh pemiliknya sendiri di negeri yang telah ia taklukkan dan melarang kaum muslimin memilikinya karena mereka menerima tunjangan dari baitul mal atau gaji prajurit masih aktif. Sebagai gantinya, atas tanah itu dikenakan pajak (Al-Kharaj)
2.10 Pelimpahan wewenang kepada hakim daerah.
Pada masa Umar bin Khattab, kekuasaan yudikatif (qadhi) mulai dipisahkan dari kekuasaan eksekutif (ke khalifahan atau ke wali an ). Dan mulai diatur tata laksana Peradilan, antara lain dengan mengadakan penjara dan pengangkatan sejumlah Hakim untuk menyelesaikan sengketa antara anggota masyarakat, bersendikan al Qur’an, Sunnah, Ijtihad dan Qiyas. Pemisahan tersebut ditandai dengan di angkatnya para wulat gubernur, ahl al-hal wa al-‘aqd (lempbaga penengah dan pemberi fatwa), pendirian pengadilan, pengangkatan qadhi yang jumlahnya diseimbangkan dengan penduduk.
Diantara mereka para gubernur yang masyhur adalah Ali bin Abu Thalib, Zaid bin Tsabit, Abdullah ibn Mas’ud, Salman bin Rubai’ah, Qais ibn Abi al-Ash, Ya’la ibn Umayyah (gubernur Yaman), Mughiroh ibn Syu’bah (kuffah), Muawiyah ibn Abi Sufyan (syam), Utsman ibn Abi al-Ash (Bahrain dan Oman), Abu Musa al-Asyari (Bashrah), dan Umair ibn Sa’id (Emessa). Namun pada saat itu, baru beberapa provinsi yang memiiki pejabat Hakim, yaitu Syarih bin Al HArits Hakim untuk Kuffah, Abu Musaal Asy’ari Hakim untuk Basrah, Qais bin Abi al Ash al Sahami Hakim untuk Mesir, sedangkan Hakim Madinah di pegang oleh Abu Darda, sedangkan untuk provinsi lain Hakim masing dipegang oleh gubernur Namun demikian untuk beberapa provinsi, khalifah Umar telah memisahkan jabatan Peradilan dengan jabatan eksekutif. Hakim diberi wewenang sepenuhnya untuk melaksanakan Pengadilan yang bebas dari pengaruh dan pengawasan gubernur, bahkan khalifah sekalipun. Tidak hanya itu, pada masa Umar, dibentuk juga lembaga yang menangani urusan kriminal dan pidana selain zina yang langsung di tangani oleh Hakim. Lembaga tersebut adalah ahdath dengan Qadamah bin Mazan dan Abu Hurairah sebagai pemimpinnya. Pada masa Umar juga, disusun risalat al qadha yang dibuat oleh Abu Musa al Asy’ary –Hakim Kufah – atas intruksi dari Umar bin Khattab. Risalat tersebut isinya mengandung pokok-pokok penyelesaian perkara di muka sidang dan pokok-pokok hukum yang harus dipegang oleh Hakim dalam menyelesaikan perkara yang sekarang dikenal dengan hokum acara. Risalah tersebut sangat terkenal, bahkan sampai sekarang masih dijadikan sebagai pegangan/pedoman pokok para Hakim dalam melaksanakan tugasnya.
2.11     Sistem Pertahanan
Umar bin Khattab dicatat sejarah sebagai orang yangpertama kali mendirikan kamp-kamp militer yang permanen. Beliau mendirikan pos  militer  di  daerah  perbatasan.  Beliau  juga  mengatur  berapa  lama seorang  suami  diperbolehkan  pergi  berjihad  meninggalkan  isterinya, yaitu  tidak  melebihi  4  bulan.  Beliau  juga  orang  yang  pertama  kali memerintahkan  panglima  perang  untuk  menyerahkan  laporan  secara terperinci  mengenai  keadaan  prajurit.  Beliau  juga  membuat  buku khusus  untuk  mencatat  para  prajurit  dan  mengatur  secara  tertib  gaji tetap  mereka.  Beliau  juga  mengikutsertakan  dokter,  penerjemah,  dan penasihat yang khusus menyertai pasukan.


DAFTAR PUSTAKA

Amir, Samsul Munir. 2015. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah.
Fuadi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta : Teras.
Murad, Musthafa. 2014. Kisah Hidup Umar ibn Khattab. Jakarta : Zaman.
Sulami, Muhammad bin Ismail. 2004. Al Bidayah Wan Nihayah Masa Kholifah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali atau ibn Katsir. Jakarta : Darul Haq.
Yatim, Badri. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Rajawali Pers.